Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, bersama para peserta dan pembicara dalam the 10th Religion & Rule of Law Certificate Training Program di kota Ho Chi Minh, Vietnam, 1-4 November 2022.

Jakarta, LKLB News – Institut Leimena kembali membagikan pengalamannya dalam melaksanakan program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) lewat kegiatan bertajuk the 10th Religion & Rule of Law Certificate Training Program yang diadakan oleh Institute for Global Engagement (IGE) dan mitranya di kota Ho Chi Minh, Vietnam, pada 1-4 November 2022.

Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, menyampaikan program LKLB dilaksanakan bersama sejumlah mitra, sebagai upaya menuju pluralisme perjanjian (covenantal pluralism) untuk memperkuat harmoni lintas agama.

Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang telah melaksanakan program LKLB secara komprehensif mulai dari kegiatan pelatihan sampai penguatan alumni. Jumlah alumni LKLB sejak 2021 mencapai 2.837 guru madrasah/pesantren dari 33 provinsi di Indonesia. 

Matius mengatakan Indonesia adalah negara dengan beragam agama, etnis, dan budaya, namun memiliki ideologi Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Pancasila tertuang dalam Pembukaan Konstitusi Indonesia, yaitu Undang-undang Dasar (UUD) 1945, dan menjadi sumber dari segala sumber hukum termasuk Konstitusi yang menjamin hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan beragama atau berkeyakinan.

“Tidak banyak negara yang memiliki jaminan kebebasan beragama di dalam konstitusinya, sehingga ini luar biasa karena Indonesia menjamin hal tersebut sebagaimana dinyatakan secara eksplisit dalam Pasal 28E dan Pasal 29 UUD 1945,” kata Matius kepada LKLB News.

Menurut Matius, konsep pluralisme perjanjian secara bersamaan mengandung hukum yang sifatnya “top-down” beserta parameter-parameter kebijakan, sekaligus norma-norma dan praktik kebudayaan yang bersifat “bottom-up”. Dunia pluralisme perjanjian dicirikan baik dengan adanya aturan konstitusional atas kesetaraan hak dan tanggung jawab, serta komitmen kebudayaan timbal balik untuk saling terlibat, menghormati, dan melindungi satu sama lain.

Bagi Indonesia, konsep pluralisme perjanjian sejalan dengan kesepakatan para pendiri bangsa di dalam Sumpah Pemuda dan Pancasila.

“Pancasila yang tertuang dalam Konstitusi Indonesia menjadi hukum yang bersifat ‘top-down’, sekaligus diterima secara luas secara ‘bottom-up’ sebagai sebuah ‘perjanjian’ yang mengikat Indonesia sebagai sebuah bangsa dan dipromosikan oleh banyak organisasi keagamaan dan masyarakat sipil lainnya,” ujar Matius.

Dialog dengan para pemuka agama Buddha dalam sesi kunjungan lapangan.

Pelatihan empat hari di Ho Chi Minh menyoroti sejumlah topik yang berada di persimpangan agama dan hukum seperti status hukum kelompok-kelompok agama, hak-hak pribadi para penganut agama, Pasal 18 dari Deklarasi Universal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang HAM, pendaftaran organisasi keagamaan, serta martabat manusia dan kebebasan beragama. 

Selain Matius Ho dari Institut Leimena, para peserta pelatihan juga mendengarkan pengalaman Singapura yang dibawakan oleh Eugene Tan selaku Associate Professor of Law, Singapore Management University. Matius membawakan presentasi berjudul “Pluralisme Perjanjian di Indonesia: Pelatihan LKLB untuk Memperkuat Harmoni Keagamaan”, sedangkan Tan menyampaikan presentasi “Model Singapura: Negara, Masyarakat, serta Minoritas Agama dan Etnis”.

Pelatihan oleh IGE ini diikuti 93 peserta dari enam provinsi dan kota di wilayah tenggara Vietnam. Para peserta terdiri dari pejabat urusan agama tingkat provinsi, dosen lembaga pelatihan pemerintah, dan para pemuka agama. 

Salah seorang peserta berbicara dalam salah satu sesi.

Dalam pelatihan ini, para peserta dibawa ke situs-situs keagamaan dari beberapa komunitas agama di kota Ho Chi Minh untuk mendengarkan perspektif dari pemimpin agama yang berbeda-beda. Hal senada juga dilakukan dalam program lokakarya LKLB di Indonesia yang telah diadakan di Malang Jawa Timur, Palu Sulawesi Tengah, dan Semarang Jawa Tengah.

“Bagi sebagian besar peserta, ini pertama kalinya mereka mengunjungi kuil Buddha, masjid, atau kuil Hindu,” dikutip dari artikel dalam situs IGE.

Sejak 2012, IGE bersama para mitranya, Institut Agama dan Kepercayaan di Ho Chi Minh National Academy of Politics, International Center for Law and Religion Studies di Brigham Young University Law School, dan Vietnam Union of Friendship Organization’s Vietnam-USA Society, telah mengadakan 10 program training agama dan supremasi hukum. Training telah diikuti oleh lebih dari 1.000 pejabat pemerintahan, akademisi, dan para pemimpin agama. [IL/Chr]