Oleh: Makmur
Membahas Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) tentu akan memunculkan pertanyaan tentang siapa aku, kamu, dan mereka? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pembaca harus memiliki tiga kompetensi, yaitu pribadi, komparatif, dan kolaboratif.
LKLB ibarat sebuah rumah yang nyaman, aman, damai, dan indah. Saya mengatakan demikian karena di dalamnya terdapat berbagai komunitas yang saling berinteraksi, mendukung, menopang serta saling berbagi untuk memberi manfaat. Saya dan LKLB tidak bisa terpisahkan karena saya menganggap seperti anggota tubuh. Jika LKLB hilang, berarti tubuh saya tidak akan berfungsi dengan baik atau sakit. Setiap anggota tubuh memiliki peran yang berbeda, namun saling membutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian halnya dengan LKLB yang terdapat tiga unsur utama untuk saling melengkapi, yaitu aku, kamu dan mereka.
Aku merupakan sematan kepada seseorang yang memiliki kepekaan sosial. Ia rela berbagi untuk menjadikan orang lain bahagia, karena ia berpikir, orang lain tidak akan bahagia tanpa dia, dan bagaimana bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama. Kata “aku” memiliki prinsip hidup, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
عَنْ جَابِرً قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اْلمُؤْمِنُ أَلِفٌ مَؤْلُوْفٌ وَلَاخَيْرَ فِيْمَنْ لَايَأْلَفُ وَلَا يُأْلَفُ وَخَيْرَ النَّاسِ أَنْفَعَهُمْ لِلنَّاِس
Artinya: Dari Jabir berkata, Rasulullah SAW Bersabda. Orang beriman itu bersikap ramah, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak bersikap ramah, dan sebaik-baik orang adalah yang lebih banyak memberi manfaat kepada sesamanya.
Hadis tersebut mengisyaratkan kepada orang manusia (khususnya Muslim) agar berinteraksi terhadap sesama manusia, tidak boleh bengis dan bermuka masam, sebab bisa jadi orang yang tidak ramah terhadap sesamanya dianggap oleh sang pencipta sebagai orang lemah iman, jika orang mengaku beriman kepada Tuhannya, harusnya mengaplikasikan isyarat hadis tersebut. Selain itu, ia selalu berpikir bahwa aku diciptakan untuk orang lain, bukan hanya untuk diriku sendiri, dan aku juga tidak akan bahagia jika kamu dan mereka tidak ada. Jika menelaah hadis rasulullah, maka tidak ada kata “tidak” untuk mengabaikan hak-hak orang lain dari diri kita, karena sang maha pencipta telah memberikan kita banyak contoh untuk kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh, Sang Maha Pencipta memberikan kesempatan kepada seluruh ciptaannya untuk dapat hidup bahagia, aman, damai dan sejahtera, sedikitpun sang maha pencipta tidak pernah mengintimidasi, mengolok-olok, mencaci maki, maka fungsi dari kata aku adalah untuk menjadikan manusia sebagai makhluk yang dapat mencontoh perilaku Tuhannya yang maha penyayang dan pemurah.
LKLB merupakan sebuah pendekatan humanis yang menyadarkan kita akan indahnya keberagaman. Keberagaman bagaikan pelangi yang diciptakan Tuhan sebagai tanda bahwa keberagaman tidak selalu menjadi sesuatu yang buruk dipandang, tetapi ia menjadi sebuah penyejuk mata. Memang terkadang keberagaman itu menimbulkan konflik, tetapi tidak semua konflik diakibatkan oleh keberagaman, namun konflik bisa terjadi dengan beberapa faktor, yaitu: kepekaan sosial kita yang kurang, ego sektoral kita yang tinggi, merasa lebih baik dari yang lain serta tidak toleran terhadap sesama. Padahal semua telah dicontohkan oleh Allah dan Rasulnya.
Aku bermakna sebagai ciptaan Sang Maha Pencipta yang ditugaskan untuk menjadi khalifah di bumi-Nya. Selaku khalifah, tentu harus menjadi memiliki perangai dan sifat yang baik, serta mampu memberikan rasa aman, nyaman dan damai di antara sesama, karena tugas seorang khalifah adalah mengelola dan menjadikan bumi sebagai tempat yang aman bagi seluruh makhlukNya, baik jasmani maupun rohani. Selain itu seorang khalifah harus mampu mengayomi siapa saja tanpa membedakan suku, ras, agama, dan etnis, khalifah wajib memiliki prinsip bahwa semua manusia itu sama di mata sang pencipta, yang membedakan hanyalah kepatuhan atas perintah penciptanya. Khalifah juga harus menghormati pendapat orang lain, dan tidak boleh semena, apalagi merasa paling benar diantara semua manusia yang ada.
Dulu, saya selalu merasa bahwa pendapat saya yang paling benar, sebab, kala itu baru mempelajari satu sumber pemahaman ilmu. Namun, di akhir masa studi, pimpinan pondok memberi isyarat, jika engkau ingin besar dan mendapatkan ilmu yang banyak, maka jadikanlah air sebagai contoh dalam hidupmu (falsafah air), di hulu ia kecil, di hilir ia besar, ia besar karena tidak pernah berhenti mengalir dan mencari jalan untuk bisa sampai ke hilir. Maksudnya, jika engkau ingin menjadi orang yang mampu memahami keadaan orang lain, maka belajarlah sampai akhir hayatmu, teruslah keluar mencari ilmu dan belajarlah sama guru yang mampu mengajarimu ilmu yang bermanfaat bagi dirimu dan orang lain. Dengan demikian kompetensi pribadi, komparatif, dan kolaboratif pasti akan dimiliki.
Program LKLB membentuk pola pikir manusia dari eksklusif menjadi inklusif. Lewat pelatihan LKLB, saya diajar untuk menjadi manusia yang bisa mengajak orang lain kepada kebaikan bil hikmah dan mau’izhatil hasanah. Hal tersebut sejalan dengan ajaran islam, sebagaimana dalam Q.S an-Nahl ayat 125 dijelaskan:
أُدْعُوْا اِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِاْلحِكْمَةِ وَاْلمَوْعِظَةِ اْلحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمْنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِاْلمُهْتَدِيْن
Terjemahnya: Ajaklah manusia kejalan Tuhanmu dengan penuh hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah kepada mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmulah yang paling mengetahui orang tersesat dari jalannya dan mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.
Isyarat ayat tersebut adalah, kita harus mengajak orang lain ke jalan yang benar dan baik, dengan cara yang baik, bukan dengan cara menakut-nakuti, menghujat, membenci, memusuhi, dan keadilan sebagai manusia yang hina di dunia dan akhirat.
Jika kita ingin menjadi manusia yang baik, maka harus memiliki tiga kompetensi. Ketiga kompetensi ini sangat penting bagi kehidupan, sebab dengan kompetensi tersebut kita akan memahami apa tujuan kita diciptakan. Artinya, seseorang yang ingin memahami siapa dan untuk apa orang lain diciptakan, tentu harus memiliki ilmu yang mumpuni, dengan ilmu, ia pasti akan mengetahui keadaan, keyakinan dan hak orang lain, lalu bagaimana caranya? Caranya cukup sederhana, pelajari apa yang dimiliki dan diimani dan karya orang lain, dari pengetahuan tersebut akan muncul pemahaman yang baik, sehingga tidak akan memunculkan keraguan ketika ingin bekerjasama dalam membangun sebuah peradaban.
Manusia memang beragam, tapi pada dasarnya sama. Hal yang membedakan adalah kemampuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui berbagai macam cara. Hadirnya LKLB menjadi sebuah angin segar dalam menciptakan keharmonisan di tengah masyarakat lintas budaya karena dalam LKLB mengandung “aku, kamu dan mereka” yang harus saling menjaga, agar tercipta kehidupan yang penuh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Itulah LKLB, ia hadir untuk menciptakan harmoni, membahagiakan, dan mendamaikan, manusia dengan budaya islami. Aku menjadi manusia yang memiliki kepekaan dan kesalehan sosial karena LKLB, sehingga aku dan LKLB adalah satu wadah yang tak terpisahkan.
LKLB merupakan sebuah pendekatan humanis yang menyadarkan kita akan indahnya keberagaman. Keberagaman bagaikan pelangi yang diciptakan Tuhan sebagai tanda bahwa keberagaman tidak selalu menjadi sesuatu yang buruk dipandang, tetapi ia menjadi sebuah penyejuk mata.
Profil Penulis
Makmur
Alumni LKLB Angkatan 23
Kepala MI Alkhairaat Tambarana, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah
0 Comments