Sesi Pembukaan Pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya yang diadakan Perkumpulan Guru Agama Buddha Indonesia (Pergabi) dan Institut Leimena, 30 September 2024.
Jakarta, LKLB News – Institut Leimena bekerja sama dengan Perkumpulan Guru Agama Buddha Indonesia (Pergabi) pertama kalinya mengadakan pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang diikuti oleh ratusan guru agama Buddha dari berbagai sekolah. Pelatihan kelas ke-57 LKLB tersebut diadakan pada 30 September-4 Oktober 2024 dengan jumlah peserta yang telah dinyatakan lulus sebanyak 240 guru.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia, Supriyadi, menyambut baik pelaksanaan pelatihan LKLB. Supriyadi mengatakan pemahaman tentang LKLB bisa membantu masyarakat untuk saling menghormati dan mendorong kerja sama untuk memecahkan masalah bersama.
“Konsep literasi kegamaan lintas budaya adalah sebuah upaya kita membangun kemampuan dalam hal memahami, menghargai, atau bagaimana kita berinteraksi dengan berbagai tradisi dan praktik kegamaan berbeda dalam konteks budaya beragam,” kata Supriyadi.
Pelatihan LKLB untuk guru agama Buddha ini dibuka dengan sejumlah sambutan dan doa, serta alunan salah satu kitab suci umat Buddha, Dhammapada Bab 5 Bala Vagga Syair 65 yang dinyanyikan oleh pengurus Pergabi, Kuntari.
Peserta pelatihan LKLB merupakan para guru agama Buddha yang mengajar di sekolah negeri dan swasta dari sejumlah provinsi di Indonesia seperti DKI Jakarta, Bali, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Banten, Sumatera Utara, Jambi, Lampung, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, dan lainnya. Beberapa diantara peserta merupakan kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan penyuluh agama Buddha.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia, Supriyadi.
Supriyadi berharap guru-guru tidak semata mendengarkan, namun mengambil manfaat praktis dari pelatihan LKLB. Menurutnya, LKLB bisa mendorong perubahan atas pola pikir, sikap, dan perbuatan dalam memandang perbedaan, termasuk mengurangi prasangka atas suatu agama atau budaya. Di sisi lain, LKLB melatih seseorang untuk membangun empati sebagaimana ajaran Guru Agung Buddha Gautama.
“Para guru bisa mengadopsi sikap terbuka terhadap perbedaan. Artinya memahami bahwa setiap agama dan budaya mempunyai nilai dan perspektif unik yang tidak sama. Kalau tidak sama, ya jangan disama-samakan karena perbedaan adalah kenyataan yang wajib diterima dengan baik,” tandas Supriyadi.
Supriyadi menyampaikan sejumlah peluang agar konsep LKLB bisa diterapkan dalam dunia pendidikan. Caranya dengan mengintegrasikannya ke dalam kurikulum, sehingga nilai-nilai LKLB bisa menjadi bagian dalam proses pembelajaran.
“Dengan pelatihan ini, maka pendidik akan paham bagaimana cara mengajarkan toleransi dan kerja sama lintas agama,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, saat memberikan sambutan.
LKLB Sangat Praktis Diterapkan
Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Pergabi dan Dirjen Bimas Buddha atas dukungan dalam program LKLB. Matius menyatakan kehadiran program LKLB tak lain karena kesadaran akan pentingnya peran guru bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Masyarakat Indonesia, ujar Matius, adalah masyarakat religius sehingga pandangan dan sikap generasi mendatang terhadap orang yang berbeda dengan mereka, salah satunya akan sangat dipengaruhi oleh pandangan sikap para guru selaku pendidik.
“Kerja sama Institut Leimena dan Pergabi ini contoh konkret penerapan LKLB yaitu kita mampu bekerja sama dengan baik untuk kebaikan bersama, serta tetap menghargai perbedaan yang ada. Hal ini membuktikan LKLB bukan sekadar teori, tapi sangat praktis dan dapat diterapkan,” kata Matius.
Ketua Umum Pergabi, Sukiman, mengatakan pelatihan LKLB diharapkan bisa meningkatkan kompetensi guru-guru agama Buddha dalam memahami agama mereka sendiri dan agama atau kepercayaan lainnya dalam memandang relasi dengan orang lain.
“Sehingga pemahaman ini akan memicu kehidupan yang saling menghargai, toleransi, dan kolaborasi antar umat beragama antar budaya,” kata Sukiman.
Dia mendorong peserta pelatihan terlibat aktif dalam kegiatan LKLB, termasuk setelah lulus dari pelatihan. Pasalnya, program LKLB diadakan secara berkelanjutan sehingga para guru bisa terus mengikuti materi-materi pengembangan yang lebih mendalam.
“Akan ada kegiatan-kegiatan alumni LKLB yang sifatnya lanjutan, jauh lebih bermanfaat untuk kita,” kata Sukiman. [IL/Chr]