Dari kiri atas ke kanan: Pendeta Khusus Sinode Wilayah BPK Penabu Pdt. Andy Agus Gunawan, Ketua Umum Yayasan BPK Penabur Adri Lazuardi, Direktur Eksekutif Institut Leimena Matius Ho, dan Ketua Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Jakarta, Pdt. Prof. Binsar Jonathan Pakpahan.
Jakarta, LKLB News – Program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) menjadi upaya untuk merawat keberagaman bangsa melalui peran guru dan pendidik. Alasan itu mendorong keterlibatan 211 guru dari Badan Pendidikan Kristen (BPK) Penabur untuk mengikuti pelatihan LKLB yang diadakan secara daring pada 3-7 Juni 2024.
Ketua Umum Yayasan BPK Penabur, Adri Lazuardi, mengapresiasi program LKLB yang diikuti para guru dari sekolah-sekolah di bawah Yayasan BPK Penabur dari sejumlah kota antara lain Jakarta, Tangerang, Serang, Depok, Bogor Bekasi, Bandung, Tasikmalaya, Indramayu, Cianjur, Cirebon, dan Bandar Lampung. Pembicara kunci dalam pelatihan LKLB BPK Penabur adalah Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Jakarta, Pdt. Prof. Binsar Jonathan Pakpahan.
“Kita berharap melalui program hari ini 211 guru menjadi inspirasi-inspirasi utama yang akan kembali ke sekolahnya, merajut kebhinekaan, memelihara keberagaman, dan bagaimana membuat toleransi umat beragama nyata dalam kehidupan BPK Penabur,” kata Adri saat memberikan sambutan dalam Program Internasional Bersertifikat: Pengenalan LKLB bagi Guru Kristen.
Pelatihan LKLB untuk guru-guru sekolah BPK Penabur merupakan pelatihan kelas ke-55 dari total 58 kelas pelatihan LKLB yang telah diadakan Institut Leimena sejak 2021. Jumlah alumni pelatihan LKLB saat ini mencapai 8.772 guru dari 37 provinsi di Indonesia.
Adri menyatakan keberagaman adalah kekayaan, bukan sesuatu yang harus dibenturkan. Oleh karena itu, guru perlu dibekali kesadaran untuk menjaga keberagaman bangsa. Dia mengatakan pengalaman Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta tahun 2015 menorehkan ingatan mendalam akan perpecahan dalam masyarakat karena perbedaan etnis dan agama. Itu sebabnya, BPK Penabur pernah mengangkat tema “Harmoni dalam Keberagaman” saat Hari Ulang Tahun ke-67 pada 27 Juli 2017.
“Kebhinekaan menjadi bagian yang kita pelihara terus sehingga bangsa ini bisa maju,” ujar Adri.
Yayasan BPK Penabur didirikan pada 19 Juli 1950 di Bandung, dan berada di bawah naungan Gereja Kristen Indonesia Sinode Wilayah Jawa Barat. Hingga saat ini, BPK PENABUR sudah melahirkan 164 sekolah yang tersebar di 15 kota yang ada di 4 provinsi (yaitu) Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten dan Lampung.
Adri Lazuardi selaku Ketua Umum Yayasan BPK Penabur yang membawahi 164 sekolah tersebar di 15 kota yang ada di 4 provinsi (yaitu) Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten dan Lampung.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, menyampaikan ucapan terima kasih kepada Yayasan BPK Penabur yang mendukung pelatihan LKLB sejak awal prosesnya yang cukup panjang. Pelatihan LKLB dengan BPK Penabur juga terlaksana berkat dukungan Sekretaris Umum GKI Sinode Wilayah Jawa Barat, Pdt. Darwin Darmawan.
Matius mengatakan program LKLB merupakan salah satu hasil perenungan dan upaya Institut Leimena untuk melanjutkan pemikiran, harapan, dan keteladanan dari pahlawan nasional sekaligus tokoh gereja dan negarawan, Dr. Johannes Leimena. Tokoh pendiri bangsa yang biasa disapa Oom Jo, itu aktif dalam pergerakan nasional sejak menjadi anggota panitia Kongres Pemuda tahun 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda, sampai menjadi Menteri Kesehatan dan Wakil Perdana Menteri di zaman Presiden Soekarno, serta sosok di balik lahirnya Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
“Bung Karno sering memanggilnya sebagai ‘dominee’ atau pendeta. Namun, ia mampu bekerja sama erat dengan seluruh kalangan tanpa membedakan agama,” kata Matius.
Pdt. Binsar Pakpahan menyampaikan paparan sebagai pembicara kunci.
Tujuan Program LKLB
Menurut Matius Ho, hubungan antar umat beragama dan berkeyakinan sering mendapat sorotan karena munculnya ketegangan, bahkan konflik, atau minimal keengganan untuk membangun relasi, apalagi kolaborasi. Padahal, para tokoh pendiri bangsa sudah mencontohkan sikap toleransi dan gotong royong antar pemeluk agama berbeda. Itulah sebabnya, kemerdekaan kita raih dengan semboyan seperti “Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh.”
Matius menegaskan apabila kompetensi dan ketrampilan seperti yang dimiliki para pendiri bangsa ini tidak dapat kita kembangkan, bangsa Indonesia yang besar dan majemuk ini akan sulit maju, karena akan selalu mudah digonjang-ganjing dengan provokasi sentimen agama, suku, dan lain-lain. Bhinneka Tunggal Ika perlu dioperasionalkan dalam kompetensi dan ketrampilan yang mumpuni, agar tidak menjadi slogan kosong.
“Inilah tujuan dari Literasi Keagamaan Lintas Budaya, yaitu bagaimana kita dapat memiliki kompetensi dan ketrampilan untuk dapat menjalin relasi dan membangun kerja sama antar penganut agama atau kepercayaan yang berbeda, dengan tetap menghormati perbedaan yang kita miliki,” kata Matius.
Pdt. Binsar Jonathan Pakpahan mengatakan upaya untuk merawat keberagaman bisa dilakukan lewat integrasi dengan kurikulum, pengembangan kurikulum berbasis keberagaman, dan pelatihan kompetensi guru. Dia juga menyebut pentingnya melakukan aksi bersama antar umat beragama untuk kemanusiaan seperti membantu korban bencana alam.
Pelatihan LKLB diadakan secara daring (live interaction) dengan menggunakan aplikasi Zoom dan belajar mandiri dengan pengerjaan tugas. Kelulusan dari pelatihan ditentukan oleh sejumlah kriteria. [IL/Chr]