Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Abudl Mu’ti, memberikan pidato kunci untuk membuka International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy atau Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) pada 11 November 2025 di Jakarta.
Jakarta, LKLB News – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia (Kemendikdasmen RI) dan Institut Leimena mengadakan International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy (ICCCRL) atau Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB), pada 11-12 November 2025, yang dibuka secara resmi oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Abdul Mu’ti.
Konferensi Internasional LKLB dihadiri sekitar 250 peserta dari 20 negara yaitu Austria, Denmark, Jepang, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, Belanda, Swiss, Inggris, Finlandia, Uzbekistan, Bahama, Bulgaria serta negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, Laos, Filipina, Myanmar, dan Kamboja.
Para peserta yang hadir adalah pejabat pemerintah, akademisi, tokoh agama, pimpinan lembaga internasional, serta para guru alumni program LKLB dari berbagai provinsi di Indonesia. Konferensi internasional ini juga diikuti secara daring melalui Zoom oleh sekitar 3.000 peserta dari 14 negara.
“Sebagai salah satu pribadi yang terlibat dalam proses Cross-Cultural Religious Literacy atau Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang digagas Institut Leimena dan Muhammadiyah, dan beberapa organisasi agama di Indonesia. Saya semakin percaya diri bahwa kehidupan rukun diantara masyarakat berbeda agama dan budaya akan bisa terwujud apabila kita mencoba untuk membuka diri,” Mendikdasmen RI, Abdul Mu’ti dalam sambutan kunci untuk membuka Konferensi Internasional LKLB di Jakarta, 11 November 2026.
Konferensi Internasional LKLB bertujuan mempromosikan pengalaman Indonesia dalam mengembangkan program LKLB yang telah menjadi contoh upaya membangun kohesi sosial khususnya di kawasan Asia Tenggara. Tema yang diangkat “Education and Social Trust in Multifaith and Multicultural Societies” menegaskan peran penting pendidikan untuk membangun kepercayaan sosial atau sikap saling percaya di dalam masyarakat majemuk.
Mendikdasmen menjelaskan LKLB merupakan gerakan penting untuk membangun kepercayaan sosial dan harmoni antarkelompok masyarakat. Program LKLB Indonesia yang diinisiasi Institut Leimena bersama lebih dari 40 lembaga pendidikan dan keagamaan, memperlihatkan secara nyata bahwa ketika kemampuan berkolaborasi dengan yang berbeda agama dan kepercayaan diperkuat, maka rasa saling percaya (trust) sebagai modal sosial masyarakat juga ikut diperkuat.
“Saya sering menggunakan istilah open mind, open heart, dan open house. Ini adalah sebuah kunci dimana kita berbicara head to head, heart to heart dan kemudian bekerjasama hand in hand,” kata Abdul Mu’ti.
Mendikasmen RI, Abdul Mu’ti, bersama Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Fajar Riza Ul, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Suharti, Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, Board of Trustees Institut Leimena, Theo Sambuaga, Direktur International Center for Law and Religion Studies (ICLRS), Brigham Young University Law School, Brett Scharffs, dan Special Advisor Templeton Religion Trust, Christopher Stewart.
Abdul Mu’ti menambahkan Kemendikdasmen RI mengambil kebijakan strategis yaitu deep learning dan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (KAIH), untuk membentuk karakter generasi muda Indonesia yang terbuka dan mampu bekerja sama. Kebijakan itu sejalan dengan program LKLB yang telah diikuti oleh lebih dari 10.000 guru dari seluruh Indonesia.
Mendikdasmen menilai Konferensi Internasional LKLB menjadi forum sangat penting, karena tidak hanya mengkaji berbagai hal secara teori tetapi bersama-sama membangun sebuah gerakan yang berbasis pendidikan baik di sekolah, keluarga dan masyarakat, agar suasana kehidupan masyarakat tercipta kerukunan, saling menghormati, dan bekerja sama.
Konferensi Internasional LKLB dihadiri sekitar 50 undangan internasional termasuk sejumlah duta besar dan para pejabat pemerintah negara lain dan petinggi dari lembaga internasional.
Kolaborasi Perkuat Saling Percaya
Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, mengatakan program LKLB di Indonesia yang diinisiasi Institut Leimena bersama lebih dari 40 mitra lembaga pendidikan dan keagamaan, memperlihatkan secara nyata bahwa ketika kemampuan berkolaborasi dengan yang berbeda agama dan kepercayaan diperkuat, maka rasa saling percaya (trust) sebagai modal sosial masyarakat juga ikut diperkuat. Hal ini sejalan dengan rekomendasi UNESCO tahun 2021 bahwa menghadapi dunia yang semakin terpecah dan terpolarisasi, pendidikan masa depan perlu pedagogi yang memperkuat kerja sama dan solidaritas.
“Literasi keagamaan lintas budaya itu sendiri akan efektif ketika dikembangkan melalui kolaborasi berbagai pihak, sehingga menjadi kerangka bersama untuk belajar saling mengenal dan bekerja sama,” kata Matius.
Matius menambahkan Konferensi Internasional LKLB menjadi semakin relevan dengan dimasukkannya literasi keagamaan lintas budaya sebagai salah satu langkah strategis ASEAN untuk membangun komunitas yang inklusif dan kohesif sebagaimana termuat dalam Deklarasi ASEAN Our Shared Future 2045 yang ditetapkan di Kuala Lumpur, Malaysia, 26 Mei 2025.
“Saya berharap konferensi ini dapat mendorong semua peserta berbagi pengalaman dan pengetahuan serta membangun sinergi untuk memperkuat masyarakat majemuk yang inklusif dan kohesif, baik di negara kita masing-masing, kawasan regional ASEAN, dan lebih luas lagi,” katanya.
Para pelajar dari SMKN 57 Jakarta membawakan Tari Nusantara untuk membuka Konferensi Internasional LKLB. Tarian ini menampilkan keunikan gerak tari dari sembilan suku di Indonesia yaitu Betawi, Batak, Jawa Tengah, Kalimantan, Maluku, Aceh, Papua, Bali, dan Sunda, sebagai cerminan kokohnya persatuan, toleransi, dan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Direktur International Center for Law and Religion Studies (ICLRS), Brigham Young University Law School, Amerika Serikat, Brett Scharffs, mengatakan model literasi keagamaan lintas budaya di Indonesia kini telah diakui dunia sebagai pendekatan untuk membangun sikap saling percaya lintas iman.
“LKLB telah berkembang jauh melampaui program pelatihan guru. Ia kini menjadi model global yang menggabungkan pendekatan dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, menghasilkan kolaborasi nyata antar komunitas yang beragam,” ujar Scharffs.
Scharffs menambahkan dalam tahun ini, program LKLB telah dipresentasikan dalam berbagai forum internasional bergengsi antara lain dalam KTT Kebebasan Beragama (International Religious Freedom Summit) di Washington DC, Forum Lintas Agama G20 di Afrika Selatan,, serta sejumlah konferensi internasional di Singapura, Malaysia, Uzbekistan, dan Vietnam.
Senada dengan itu, Special Advisor Templeton Religion Trust, Christopher Stewart, menyampaikan apresiasinya atas kemitraan erat Institut Leimena, Pemerintah Indonesia, dan organisasi masyarakat sipil yang telah menjadi inspirasi bagi negara-negara ASEAN lainnya. Inisiatif program LKLB Indonesia menginspirasi berbagai negara untuk mengadaptasi pendekatan tersebut dalam masyarkat mereka.
“Upaya ini menjembatani perbedaan, mengurangi ketegangan, menyelesaikan sengketa, memecahkan masalah bersama dan melawan ekstremisme kekerasan dalam segala bentuknya,” kata Stewart.
Pelaksanaan Konferensi Internasional LKLB sudah ketiga kalinya, sebelumnya diadakan Institut Leimena bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM RI tahun 2023 dan Kementerian Luar Negeri RI tahun 2024. Tahun ini bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI, yang juga mendapatkan dukungan dari Kementerian Agama RI, Kementerian Hukum RI, Kementerian Luar Negeri RI, International Center for Law and Religion Studies di Brigham Young University Law School, dan Templeton Religion Trust. [IL/Chr]
