
Direktur Pendidikan Agama Hindu Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), Dr. Trimo, sebagai narasumber kunci pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya kerja sama Perkumpulan Acarya Hindu Nusantara (Pandu Nusa) dan Institut Leimena.
Jakarta, LKLB News – Program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) telah semakin luas menjangkau para guru dari berbagai agama, termasuk guru beragama Hindu melalui kerja sama antara Perkumpulan Acarya Hindu Nusantara (Pandu Nusa) dan Institut Leimena. Sebanyak 489 guru beragama Hindu telah lulus dari pelatihan LKLB yang diadakan dua kali pada Oktober 2024 dan Mei 2025, yang bertujuan memperkuat kapasitas guru dalam menyampaikan pembelajaran yang sarat nilai toleransi dan kolaborasi kepada generasi penerus bangsa.
Direktur Pendidikan Agama Hindu Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), Dr. Trimo, mengapresiasi kerja sama antara Pandu Nusa dan Institut Leimena untuk mengembangkan pemahaman LKLB sebagai kunci harmoni umat beragama. Menurutnya, program LKLB mendorong guru berpikir transformatif karena melihat para murid bukan sebagai objek, melainkan subjek yang akan membentuk peradaban.
Dia menekankan pentingnya guru berpikir transformatif, salah satunya dengan menggeser pengajaran agama berbasis dogma yang eksklusif kepada pengajaran berisi penanaman makna yang inklusif. Dia juga mendorong agar guru tidak hanya mewacanakan toleransi, melainkan mewujudkannya sebagai aksi nyata dalam kehidupan sehari-hari para siswa.
“Para guru agama Hindu adalah ujung tombak dalam menyampaikan ajaran keagamaan kepada masyarakat, terutama kepada murid. Pesan-pesan keagamaan harus disampaikan secara inklusif, seperti kedamaian, cinta kasih, tolong menolong, saling menghargai, dan lainnya,” kata Dr. Trimo sebagai pembicara kunci dalam pelatihan LKLB angkatan kedua untuk guru beragama Hindu, 19 Mei 2025.
Guru, ujarnya, perlu melakukan evaluasi kritis agar tidak hanya menjejalkan materi agama sebagai hafalan, namun menanamkan nilai-nilai luhur agama itu sendiri secara membumi atau dekat dengan kehidupan para murid.
“Kita kering dalam menuangkan beberapa hal yang sudah given. Ajaran-ajaran itu akhirnya hanya tekstual. Kita punya PR agar ajaran-ajaran tekstual itu bisa kita terapkan, sehingga penting untuk menyajikan ajaran agama secara kontekstual,” kata Trimo.
Menurutnya, sekolah selayaknya menjadi ruang tumbuh yang setara dengan bentang kesempatan sama bagi semua anak. Sekolah harus menjadi tempat dimana semua anak merasa diakui, dihargai, dan diberi ruang.
Di sekolah yang warganya terdiri dari berbagai latar belakang agama, ia pernah mengajukan ide agar sesi pembacaan doa ketika upacara tidak selalu dipimpin siswa beragama mayoritas, namun memberikan kesempatan kepada siswa beragama minoritas untuk memimpin doa sesuai ajaran agamanya. Meski ide ini sepele, tapi implementasinya tidak mudah karena seringkali dianggap berbenturan dengan kebiasaan lama yang dianggap tak bisa diganggu gugat.

Sesi pembukaan pelatihan LKLB angkatan kedua untuk guru beragama Hindu juga diisi sambutan dari Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan Pandu Nusa, Miswanto, dan Direktur Program Institut Leimena, Daniel Adipranata.
Pandangan Utuh
Sementara itu, Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan sekaligus Ketua Diklat dan Ketua Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Pandu Nusa, Miswanto, mengatakan pelatihan LKLB memfasilitasi para guru agar memiliki pandangan utuh tentang bagaimana memandang diri sendiri sebagai seorang penganut Hindu dan bagaimana penganut Hindu memandang orang lain yang berbeda agama.
“Ada satu kata bijak dalam Hitopadesa yang artinya orang hanya memikirkan dirinya sendiri dan membatasi dengan orang lain, mereka adalah orang-orang yang berpikiran sempit,” kata Miswanto.
Dia mengatakan pentingnya kesadaran kosmis bahwa semua bersaudara, bukan hanya sesama manusia, bahkan seluruh alam adalah saudara. Itu sebabnya, kesadaran semacam itu perlu dipupuk tidak hanya dengan mempelajari ajaran dan kitab suci agama sendiri, namun dengan mengenal orang lain.
“Nantinya kita bisa menyamakan persepsi tentang tujuan yang lebih besar yaitu untuk kedamaian dunia, ketenteraman dunia, tujuan untuk kemanusiaan, dan sebagainya,” lanjut Miswanto.
Direktur Program Institut Leimena, Daniel Adipranata, mengatakan Institut Leimena yang berdiri sejak 2005 berkomitmen memperkuat kehidupan kebangsaan Indonesia berdasarkan Pancasila. Nama Institut Leimena diambil dari tokoh nasional Kristen Indonesia yaitu Dr. Johannes Leimena yang merupakan negarawan dan pemimpin gereja yang memiliki dedikasi besar terhadap persatuan dan nilai-nilai kebangsaan. Keteladanan Johannes Leimena menginspirasi Institut Leimena terus merawat kemajemukan melalui program LKLB.
“Kami sangat bersyukur dapat bekerja sama dengan Pandu Nusa untuk program LKLB angkatan kedua. Pandu Nusa memiliki visi terwujudnya guru agama Hindu yang cerdas, profesional, rukun, dan sejahtera, sehingga pelatihan LKLB ini diharapkan bisa memberikan sumbangsih,” kata Daniel.
Daniel menambahkan program LKLB diharapkan menjadikan guru sebagai pribadi yang mau terbuka dan belajar perspektif baru. “Dengan pelatihan LKLB kita bersama-sama bertumbuh dalam hikmat dan pengertian terhadap sesama manusia di dalam masyarakat Indonesia yang sangat majemuk ini,” ujarnya. [IL/Zul/Chr]