Narasumber dan peserta Temu Wicara ke-2 bertajuk Insersi Kurikulum Cinta, 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, dan Pembelajaran Mendalam dengan Pendekatan Literasi Keagamaan Lintas Budaya dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi, Dasar, dan Menengah, pada 30 Juli-1 Agustus 2025.

Jakarta, LKLB NewsInstitut Leimena bekerja sama dengan Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) RI bekerja sama untuk menginsersikan pendekatan Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) ke dalam Kurikulum Berbasis Cinta (KBC), 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (KAIH), dan pembelajaran mendalam (deep learning).

Pendekatan LKLB dengan tiga kompetensinya, yaitu pribadi, komparasi, dan kolaborasi, dinilai mampu memperkaya kebijakan pendidikan yang saat ini sedang digemakan oleh Kemenag dan Kemendikdasmen.

“Dengan ide yang sama-sama kaya, sama-sama baik, dan sejalan ini, maka kitab isa terus bekerja sama untuk membesarkan semangat kita dalam LKLB, Kurikulum Cinta, 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, dan deep learning ini. Semuanya saya yakin akan menciptakan Indonesia lebih baik,” kata Koordinator Staf Khusus Menteri Agama RI, Dr. Farid Saenong, dalam Temu Wicara pada 30 Juli-1 Agustus 2025 di Jakarta.

Ini merupakan temu wicara kedua untuk membahas insersi LKLB ke dalam KBC, 7 KAIH, dan pembelajaran mendalam ke dalam kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.

Terkait hal itu, Farid mengatakan KBC, meskipun diterapkan di madrasah, namun sesungguhnya mengandung semangat persaudaraan bersama umat manusia di seluruh dunia. Itulah sebabnya, Menteri Agama RI mengaitkan KBC dengan ecotheology bahwa kita saat ini menghadapi ancaman besar perubahan iklim yang perlu dikelola bersama-sama seluruh umat manusia.

“Agama bisa menjadi alat diplomasi yang sangat kuat karena jika dalam diplomasi formal hal-hal seperti itu (perubahan iklim) sulit ditembus oleh diplomat dari negara-negara, namun pemimpin agama bisa menembus batas itu, sebagaimana ditunjukan Menteri Agama yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal dan mendiang Paus Fransiskus,” kata Farid.

Menurutnya, pendekatan LKLB juga sejalan dengan hal tersebut karena mendorong semangat untuk berkolaborasi, terlepas dari perbedaan agama dan latar belakang yang ada. Di sisi lain, kompetensi pribadi dan komparatif dalam LKLB semakin memperkuat seseorang menjadi pribadi yang tetap teguh pada imannya, namun terbuka terhadap perbedaan.

“Apa yang Bapak/Ibu lakukan dengan melakukan insersi LKLB ke dalam Kurikulum Cinta, 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, dan deep learning ini sudah selangkah lebih maju. Jadi mari kita saling belajar, nantinya Kementerian Agama akan memanfaatkan modul yang Bapak/Ibu selesaikan di sini,” lanjut Farid.

Koordinator Staf Khusus Menteri Agama Republik Indonesia, Farid Saenong. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, mengatakan program LKLB yang saat ini telah diikuti lebih dari 10.000 guru dari 37 provinsi di Indonesia, semakin mendapatkan perhatian di tingkat internasional. Platform LKLB telah dikenal oleh negara-negara lain sebagai rujukan untuk membangun kohesi sosial dalam masyarakat.

“Apa yang sebetulnya kita bangun dalam LKLB ini adalah modal sosial. Bagaimana masyarakat yang tadinya saling ragu, saling curiga, tidak berani bersahabat apalagi bekerja sama, tapi pelan-pelan mau bekerja sama. Itu hal penting untuk kemajuan Indonesia yang majemuk ini,” kata Matius.

Matius menjelaskan Indonesia melalui Konferensi Internasional LKLB yang diadakan oleh Institut Leimena bersama Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, serta selanjutnya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, dengan percaya diri mengundang perwakilan pejabat dan pimpinan organisasi dari negara-negara lain, untuk melihat bagaimana guru bisa menjadi agen-agen perubahan untuk mewujudkan perdamaian dan persatuan bangsa.

Ia menambahkan program LKLB di Indonesia juga telah menarik minat negara-negara ASEAN, salah satunya Vietnam. Meskipun tidak secara resmi mengakui keberadaan agama, namun Vietnam menganggap agama sebagai alat penting untuk mempersatukan bangsa. Itulah sebabnya, lima akademisi Vietnam dari Institut Etnisitas dan Agama Akademi Nasional Politik Ho Chi Minh, telah melakukan kunjungan ke Indonesia pada akhir Juni 2025 untuk mempelajari program LKLB.

“Melalui LKLB ini kita memberikan sebuah thought leadership bagaimana membangun kohesi sosial di dalam masyarakat majemuk, baik di Indonesia dan negara lain,” kata Matius, merujuk kepada pengertian kepemimpinan untuk membangun otoritas sebagai ahli dalam bidang tertentu untuk berbagi wawasan dan ide orisinal yang berharga.

Matius mengharapkan melalui pendekatan LKLB maka implementasi dari program-program pemerintah seperti KBC, 7 KAIH, dan deep learning, akan semakin tajam dan mencapai target generasi penerus bangsa. Menurutnya, program LKLB telah membuktikan bahwa guru adalah ujung tombak penting bagi terciptanya perubahan yang baik dalam masyarakat. [IL/Zul/Chr]

Loading...