Rektor Universitas Alkhairaat Palu, Sulawesi Tengah, Dr. Umar Alatas, memberikan sambutan dalam program pelatihan internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB).
Jakarta, LKLB News – Rektor Universitas Alkhairaat (Unisa) Palu, Sulawesi Tengah, Dr. Umar Alatas, menjadi pembicara kunci dalam Program Pelatihan Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang diikuti oleh sedikitnya 127 peserta guru atau penyuluh agama pada 6-10 Februari 2023. Dalam ceramahnya, Umar menekankan pentingnya edukasi untuk menghormati perbedaan sebagai sebuah bangsa yang plural.
Umar menyebut corak perbedaan di Indonesia tidak bisa dihindarkan karena bersifat primordial atau sebagai bawaan. Itu sebabnya, LKLB sebagai cara berpikir, bersikap, dan bertindak untuk bekerja sama dengan orang berbeda agama dan budaya, menjadi perlu untuk diterapkan di dalam masyarakat.
“Inilah yang menyiratkan kepada kita untuk tak henti-hentinya membuat edukasi dalam memperkuat nilai-nilai atau menjaga hal yang sudah kita terima sebagai Sunnatullah dalam hidup kita bahwa memang ada perbedaan,” kata Umar dalam pelatihan LKLB yang diadakan secara daring.
Umar mengatakan LKLB sesuai dengan pemahaman Hablum Minallah (hubungan dengan Allah) dan Hablum Minannas (hubungan baik dengan sesama manusia) yang harus terus berjalan beriringan. Agama Islam juga mengajarkan perbedaan sebagai rahmat, bukan sumber perselisihan.
“Kondisi secara nasional bahkan lokal, kita sadari betul akan kuatnya perbedaan itu. Maka saya mengingatkan kembali akan kata toleransi,” ujarnya.
Menurut Umar, toleransi berarti bersikap sabar atau menahan diri dari perselisihan yang merugikan satu sama lain. Toleransi juga menyadari adanya batasan hukum untuk memperlakukan orang lain yang berbeda termasuk tidak melakukan rasisme atau diskriminasi kepada kelompok minoritas.
“Kita sadari toleransi diperkuat oleh dasar berlembaga di negara ini, adanya hukum yang mengatur itu. Mengapa ini perlu diingatkan? Agar kita tidak terlibat persoalan hukum yang bisa merugikan satu sama lain,” katanya.
Umar menambahkan konflik dalam masyarakat sering kali disebabkan karena salah paham yang dipicu oleh rendahnya pemahaman agama. Selain itu, konflik bisa disebabkan kaburnya batasan antara memegang teguh keyakinan agama dan sikap bertoleransi. Di sinilah kompetensi LKLB menjadi relevan karena guru dilatih memahami agamanya dengan baik (pribadi), mengenal agama orang lain sehingga bisa berempati (komparatif), dan bekerja sama (kolaboratif).
Umar menyebut dialog antar agama hanya bisa dilakukan jika semua pihak berjiwa terbuka. Menurutnya, tidak ada orang yang secara sengaja menganut agama yang salah atau sesat sehingga merawat toleransi adalah hal paling utama.
“Manusia dalam kehidupan ini tugasnya mencari kebenaran, bukan sebagai sumber kebenaran. Hidup ini akan indah apabila kita saling menghargai karena kesempurnaan hanya milik Tuhan,” kata Umar.
Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, dan moderator, Wakil Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Alkhairaat, Muhammad Faisal.
Pelatihan LKLB ke-4
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, mengatakan program pelatihan LKLB merupakan kerja sama antara Institut Leimena dan Universitas Alkhairaat serta Pengurus Besar (PB) Alkhairaat. Pelatihan LKLB sudah diadakan untuk 4 angkatan dengan peserta guru madrasah/pesantren atau penyuluh agama di bawah yayasan pendidikan Alkhairaat. Sebagian kecil guru yang telah dilatih juga sudah mengikuti workshop yang diadakan di Palu, Sulawesi Tengah, pada 13-15 Oktober 2022.
“Kerja sama Institut Leimena dan Universitas Alkhairaat adalah contoh konkret dari kerja sama LKLB, yaitu bagaimana kita yang berbeda kepercayaan dapat bekerja sama demi kebaikan dengan tetap menghargai perbedaan yang ada,” kata Matius.
Matius menjelaskan LKLB merupakan pendekatan baru untuk menggali dan menerapkan nilai-nilai luhur agama dan kebudayaan Indonesia yang telah mampu mempersatukan bangsa yang terpecah belah akibat penjajahan. Bangsa Indonesia adalah salah satu bangsa yang paling majemuk di dunia dengan jumlah suku lebih dari 1.300 dan 650 bahasa tersebar di berbagai kepulauan, serta menjadi tempat bagi agama-agama besar dunia dan berbagai aliran kepercayaan.
“Banyak konflik di dunia saat ini bersumber dari saling curiga dan permusuhan antar penganut agama berbeda, bahkan antar penganut agama sama tapi berbeda pemahaman. Namun Indonesia yang majemuk mampu membangun konsensus untuk hidup bersama lewat berbagai konvenan seperti Sumpah Pemuda, Pancasila, semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945,” ujar Matius.
Alumni pelatihan LKLB dari Alkhairaat, M. Syafa’ad.
Salah satu alumni pelatihan dan workshop LKLB, yaitu Guru MDA Alkhairaat Kabobona, Mohammad Syafa’ad, mengungkapkan kegiatan LKLB sangat bermanfaat karena mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman yang unik.
Para pemateri LKLB juga sangat kompeten antara lain cendekiawan Muslim Prof Alwi Shihab, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga sekaligus Dewan Pengarah Badan Ideologi Pembinaan Pancasila (BPIP) Prof Amin Abdullah, Senior Fellow University of Washington Chris Seiple, dan Direktur Hubungan Yahudi-Muslim American Jewish Committee, Ari Gordon.
“Kegiatan seperti ini sangat bagus, sangat wajib kita ikuti, apalagi diterapkan di sekolah-sekolah dan anak-anak didik kita,” kata Syafa’ad. [IL/Chr]