Para pembicara dalam Webinar Internasional Seri Literasi Keagamaan Lintas Budaya bertemakan “Deklarasi Istiqlal: Kolaborasi Umat Beragama untuk Kemanusiaan”, 19 November 2024.
Jakarta, LKLB News – Deklarasi Istiqlal yang ditandatangani oleh pemimpin tertinggi Gereja Katolik, Paus Fransiskus, dan Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, saat kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia pada 5 September 2024, menegaskan peran penting agama dalam mengatasi berbagai krisis kemanusiaan yang dihadapi dunia saat ini. Disadari, Deklarasi Istiqlal perlu ditindaklanjuti secara konkret agar nilai-nilai luhur agama bisa senantiasa hidup untuk mendatangkan kebaikan di tengah masyarakat.
Hal itu menjadi intisari dari Webinar Internasional Seri Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) bertemakan “Deklarasi Istiqlal: Kolaborasi Umat Beragama untuk Kemanusiaan” yang diadakan oleh Masjid Istiqlal dan Institut Leimena, Selasa (19/11/2024) malam. Menteri Agama (Menag) RI sekaligus Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, menekankan Deklarasi Istiqlal menjadi contoh bagaimana pertemuan tokoh agama sudah melangkah kepada isu-isu yang lebih praktis seperti lingkungan hidup dan harmoni antar umat beragama.
“Keharmonisan sesama warga manusia, meskipun berbeda, itu untuk apa? Untuk melestarikan alam ini, sebab kalau lingkungan alam semesta rusak tentu dunia cepat kiamat,” kata Nasaruddin dalam webinar yang dihadiri lebih dari 2.200 peserta.
Menag mengatakan Deklarasi Istiqlal menekankan dua hal yaitu pertama, menumbuhkan kesadaran umat beragama agar kompak dan bersatu untuk menjaga lingkungan hidup. Menag menegaskan dampak akibat perubahan iklim sangat dahsyat kepada kehidupan manusia. Kedua, umat beragama perlu meningkatkan pemahaman terhadap agamanya dengan rajin membaca kitab suci masing-masing.
“Tugas kita sebagai tokoh umat beragama memperluas wawasan keagamaan kita masing-masing. Saya yakin jika semua umat beragama menghayati ajaran suci agama mereka maka harmoni kehidupan dengan sendirinya akan tercipta,” kata Nasaruddin.
Profesor Oman Fathurrahman dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, menjelaskan makna Deklarasi Istiqlal.
Professor Filologi di Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Oman Fathurrahman, mengatakan Deklarasi Istiqlal membawa pesan moral bahwa kemanusiaan di atas keberagaman dan nilai-nilai agama harus menjadi solusi atas terjadinya dehumanisasi dan kerusakan lingkungan di bumi. Di sinilah peran pemuka agama menjadi penting untuk terlibat secara aktif.
“Pemuka agama memiliki kewajiban terlibat aktif dalam merespons isu-isu kemanusiaan seperti perubahan iklim,” katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, menyatakan Deklarasi Istiqlal ditandatangani oleh dua tokoh agama yang pengabdiannya selama ini telah menunjukkan keteladanan atas nilai-nilai dalam deklarasi tersebut. Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia disambut umat dari berbagai kalangan agama dan kepercayaan yang merasa begitu dekat dan terinpsirasi oleh sosok pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia itu.
“Di tengah situasi dunia yang penuh perpecahan dan konflik, sikap dan perkataan beliau senantiasa mengingatkan umat manusia untuk selalu berpihak pada perdamaian, rekonsiliasi, kerukunan, dan kemanusiaan,” ujar Matius.
Dia menambahkan Menag RI sekaligus Imam Besar Masjid Istiqlal telah lama ikut merintis dialog dan kerja sama lintas agama untuk membangun kerukunan beragama untuk kemanusiaan.
“Komitmen yang kami saksikan dan alami sendiri melalui kerja sama Institut Leimena dan Masjid Istiqlal dalam program Literasi Keagamaan Lintas Budaya sejak tiga tahun lalu, yang telah melatih lebih dari 10.000 guru dan pendidik berbagai agama dari 38 provinsi dan bekerja sama dengan lebih dari 30 lembaga keagamaan dan pendidikan,” ucap Matius.
Guru Besar Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Inayah Rohmaniyah.
Guru Besar Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Inayah Rohmaniyah, mengatakan upaya yang bisa dilakukan untuk mendaratkan Deklarasi Istiqlal adalah dengan menyasar kelompok guru atau pendidik sebagai agen perubahan di tengah masyarakat. Itu sebabnya, program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang diinisiasi Institut Leimena, Masjid Istiqlal, UIN Sunan Kalijaga, dan puluhan mitra lainnya berupaya melatih kompetensi dan keterampilan guru untuk memiliki tradisi berpikir kritis, termasuk dalam pengajaran agama di sekolah yang lebih mengedepankan indoktrinasi.
“Kami menyaksikan langsung bahwa mekanisme perubahan lewat model LKLB sangat efektif karena dimulai dari diri sendiri dengan memberikan pemahaman lalu kita bawa ke ranah sikap, dimana para guru yang berbeda agama duduk bersama, menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, dan berkolaborasi,” kata Inayah.
Senior Fellow Comparative Religion di Jackson School of International Studies, University of Washington, Chris Seiple, menambahkan bahwa pendekatan LKLB yang dijalankan Indonesia bisa diilustrasikan seperti “gado-gado”. Artinya, meskipun saling bercampur, tapi tidak mengubah bentuk asli makanan itu; telur tetap menjadi telur atau tahu tetap menjadi tahu, dan saat digabungkan menjadi satu rasanya sangat enak.
“Pendekatan LKLB adalah cara terbaik untuk menghargai sesama, satu sama lain dan dunia ciptaan yang sudah diberkati Tuhan,” kata Chris Seiple. [IL/Chr]