
Para peserta dan narasumber pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) di Ambon, Maluku, 24-25 Januari 2025.
Jakarta, LKLB News – Institut Leimena mengadakan program pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) di Ambon, sebagai upaya untuk turut berkontribusi dalam memperkuat perdamaian di Maluku khususnya diantara komunitas Islam dan Kristen. Program LKLB di Ambon yang diikuti oleh 50 guru beragama Islam dan Kristen, telah diselenggarakan sebanyak dua kali pada 4-9 November 2024 dan 20-25 Januari 2025.
Koordinator Program Training Institut Leimena, Puansari Siregar, mengatakan pelatihan LKLB di Ambon dirancang untuk mengangkat kekuatan atau ciri khas Maluku, yaitu musik. Melalui pelatihan ini, para guru diarahkan untuk membuat karya musik, sebagai sarana pendidikan untuk memfasilitasi dialog, saling menghormati, dan kolaborasi.
“Pemahaman yang jernih tentang agama sendiri dan agama yang berbeda, dapat menjadi jembatan untuk membangun rasa hormat dan cinta, yang akan memperkuat relasi dan kolaborasi damai antaragama,” kata Puansari kepada LKLB News baru-baru ini.
Program LKLB di Ambon merupakan hasil kolaborasi antara Institut Leimena, Yayasan Pengembangan Pendidikan Kristen Dr. JB. Sitanala, dan Sasakawa Peace Foundation, yang didukung oleh Gereja Protestan Maluku, Templeton Religion Trust, dan Yayasan Sombar Negeri Maluku.
“Program LKLB di Ambon bertujuan untuk memperkuat hubungan dan kolaborasi antara Islam dan Kristen di Maluku, yang berkontribusi pada perdamaian berkelanjutan di wilayah tersebut,” tambah Puansari.

Para guru peserta pelatihan LKLB dibagi ke dalam kelompok untuk mendiskusikan karya lagu yang akan diciptakan dengan tema perdamaian dan toleransi umat beragama.
Sementara itu, pelatihan yang diadakan secara luring di Ambon memberikan kesempatan kepada peserta untuk memahami pendekatan LKLB dalam konteks Ambon serta interaksi dengan berbagai komunitas agama.
Dalam pelatihan luring, hadir sejumlah tokoh untuk memberikan sambutan yaitu Ketua Umum Yayasan Pembinaan Pendidikan Kristen (YPPK) Dr. JB Sitanala, Dr. Sarlota Singerin, Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, Jin Fujimoto dari Sasakawa Peace Foundation, dan Dr. Hasbollah Toisuta dari Yayasan Sombar Negeri Maluku. Semua menyampaikan harapan yang sama agar program LKLB diharapkan dapat menjadi alternatif pendekatan untuk berkontribusi pada upaya perdamaian yang sedang berlangsung di Maluku.
Pelatihan ini juga mengangkat tentang relasi Islam dan Kristen secara historis, sosial dan kultural. Para pembicaranya adalah Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku, Pdt. Elifas Maspaitella, Ketua Yayasan Sombar Negeri Maluku, Dr. Hasbollah Toisuta, dan Wakil Rektor Universitas Kristen Indonesia Maluku, Dr. Steve Gazperz.
“Sesi berjalan dengan baik, membekali peserta dengan wawasan sejarah, sosial, dan budaya tentang hubungan Islam dan Kristen,” lanjut Puansari.
Sementara itu, sesi kompetensi kolaboratif disampaikan oleh guru alumni program LKLB, Salomina Patty. Dia telah mengintegrasikan literasi keagamaan lintas budaya dalam proyek di sekolah, yaitu Sekolah Gandong. Salomina membagikan pengalamannya dalam membina persaudaraan antara Kristen (Sekolah Kristen Sitanala) dan Islam (Sekolah Al Hilaal).

Kunjungan rumah ibadah sebagai salah satu sesi dalam pelatihan LKLB untuk memperkuat kompetensi komparatif guru.
Sesi yang menyentuh hati adalah kunjungan ke rumah ibadah yaitu Masjid Raya Al Fatah Ambon dan Gereja Protestan Maluku Jemaat Imanuel OSM Klasis Pulau Ambon Peserta Muslim mengunjungi gereja, dan peserta Kristen mengunjungi masjid. Bagi banyak peserta, ini adalah pertama kalinya mereka bertemu dan mengunjungi tempat ibadah dari agama lain. Mereka terlibat dalam dialog dengan tuan rumah masing-masing rumah ibadah dan mengajukan banyak pertanyaan tentang kepercayaan dan praktik agama tersebut. Perjumpaan di rumah ibadah menyediakan ruang yang aman bagi mereka untuk belajar lebih banyak tentang orang lain.
Semua kegiatan ini merupakan bagian dari pengetahuan dan perspektif CCRL, yang kemudian diterjemahkan ke dalam lagu. Untuk memfasilitasi hal ini, Dr. Dewi Tika Lestari menekankan pentingnya musik sebagai alat untuk memperkuat memori kolektif Orang Basudara. Ia menyoroti bahwa musik bukan hanya hiburan tetapi juga alat pendidikan untuk mempromosikan perdamaian.
Sesi tersebut meletakkan dasar bagi para peserta untuk menerjemahkan pengetahuan mereka ke dalam musik. Wakil Rektor Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Ambon, Dr. Branckly Egbert Picanussa membantu para peserta menulis lirik berdasarkan konsep LKLB dan membuat melodi yang sesuai.
“Upaya untuk menerjemahkan prinsip LKLB dalam lagu adalah sebuah penerapan kompetensi kolaboratif di mana guru Islam dan Kristen berkolaborasi untuk mengerjakan sebuah hal secara bersama,” tambah Puansari. [IL/Pu/ed]