Jakarta, 3 Juni 2022 – Pengurus Besar (PB) Alkhairaat dan Universitas Alkhairaat (Unisa) bekerja sama dengan Institut Leimena menggelar pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) pada 23-27 Mei 2022. Pelatihan diikuti oleh 395 guru madrasah dan pondok pesantren di bawah yayasan pendidikan Alkhairaat sebagai realisasi dari nota kesepahaman (MoU) dan perjanjian kerja sama yang ditandatangani awal April lalu.

“Kegiatan hari ini adalah implementasi dari perjanjian kerja sama dan MoU antara PB Alkhairaat, Universitas Alkhairat dan Institut Leimena. Bagi kami civitas akademika Universitas Alkhairaat, kegiatan ini luar biasa, sungguh perlu kami apresiasi dimana belum berselang lama dari penandatanganan kerja sama,” kata Wakil Rektor III Unisa Palu, Dr. Ahmadan B Lamuri dalam sambutan pembuka, Senin (23/5).

Ahmadan mengatakan program LKLB perlu disambut positif untuk menumbuhkan pemahaman antar sesama umat beragama. LKLB bukan berarti berkompromi dengan akidah atau keyakinan setiap agama, melainkan mendorong pemahaman satu sama lain.

Menurutnya, Islam sendiri menggambarkan secara langsung masalah perbedaan atau keragaman lewat surat Al-Hujurat. Indonesia juga merupakan negara majemuk yang berlandaskan Pancasila.

“Mari kita belajar bersama mengembangkan prinsip social responsibility, keilmuan, moralitas, dan hal-hal bernilai kebaikan untuk tujuan sama yakni membangun peradaban Indonesia dan membawa kemaslahatan bagi umat manusia,” kata Ahmadan.

Sementara itu, pimpinan Pondok Alkhairaat Ali Hasan Aljufri menyatakan nilai-nilai LKLB sudah tertanam sejak lama dalam pendidikan di Alkhairaat. Pendiri Alkhairaat, Guru Tua Sayyid Idrus bin Salim (SIS) Aljufri, telah memberikan teladan dengan tidak membeda-bedakan antara Muslim dan non-Muslim.

“LKLB ini meskipun istilahnya baru, tapi bagi lembaga pendidikan Alkhairaat bukan sesuatu yang baru karena terus terang, Guru Tua sudah mengamalkan ini,” ujar Ali menyampaikan pidato kuncinya.

Sosok Guru Tua Sayyid Idrus bin Salim (SIS) Aljufri.

Merekrut Guru Kristen

Ali mengatakan Guru Tua SIS Aljufri memberikan contoh nyata tentang sikap toleransi dengan merekrut seorang guru Kristen untuk mengajarkan ilmu hitung dagang (ilmu hisab). Guru bernama PK Entoh tersebut adalah seorang pendeta muda sekaligus pendidik senior yang dipercayakan untuk mengajar di madrasah Alkhairaat selama tahun 1957-1962.

Ali menyebut PK Entoh pernah sangat terharu dengan akhlak dan keteladanan Guru Tua yang membuka diri terhadap guru Kristen, sekalipun semua murid Alkhairaat beragama Islam. Dia mengisahkan pengalaman PK Entoh yang mendapatkan ucapan terima kasih dari Guru Tua karena telah membantu mengajar para siswa Alkhairaat.

“Selesai mengajar, Guru Tua selalu menyalami para guru termasuk Pak Entoh. Seraya menepuk pundaknya, Guru Tua berkata ‘terima kasih dek telah mengajarkan ilmunya kepada anak-anak kita. Pak Entoh sangat tersentuh dengan kalimat ‘anak-anak kita’, padahal Pak Entoh sadar beliau seorang Nasrani tapi yang diajarkan anak-anak Muslim,” ujar Ali.

Menurutnya, literasi keagamaan yang diajarkan kepada para siswa dan santri baik dalam kurikulum dan buku pelajaran seharusnya diselaraskan dengan semangat kebhinekaan. Dengan demikian, fungsi madrasah atau pesantren tidak sekadar mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami atau mengamalkan nilai ajaran agama atau menjadi ahli agama, tetapi lebih dari itu juga memahami ilmu-ilmu sosial bahkan ilmu-ilmu eksakta.

“Dari madrasah dan pondok pesantren diharapkan akan lahir ulama-ulama cendekia yang fasih bicara agama, moderat, sekaligus memiliki wawasan ilmu sosial dan sains modern,” kata Ali. [IL/Chr)