Peserta 30th Annual International Law and Religion Symposium yang diadakan oleh International Center for Law and Religion Studies, Brigham Young University (BYU) Law School di Provo, Utah, Amerika Serikat (AS), 1-3 Oktober 2023.
Jakarta, LKLB News – Upaya merawat kerukunan umat beragama bukan hanya memerlukan dialog, melampaui itu dibutuhkan kerendahan hati untuk berkolaborasi secara nyata antar pemeluk agama berbeda. Kerukunan tidak bisa direduksi menjadi sekadar pilihan sebaliknya kebutuhan vital yang umumnya menjadi ukuran keberhasilan masyarakat majemuk.
Senior Fellow Institut Leimena, Prof. Alwi Shihab.
Alwi menambahkan berdasarkan survei oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, sebanyak 57% guru beragama Islam memiliki opini intoleransi terhadap agama lain. Hal ini sangat meresahkan karena guru mempunyai kedudukan strategis sekaligus berperan penting dalam pembentukan nilai, pandangan, dan perilaku siswa.
Peserta simposium dari Indonesia yaitu Alwi Shihab, anggota DPR RI Anggia Erma Rini, Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, Dr. Brett Scharffs, Direktur ICLRS BYU Brett Scharfs, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti, dan Direktur Eksekutif Institut Leimena Matius Ho.
Urgensi Literasi Agama
Menurutnya, para sarjana dan pakar studi-studi agama telah lama berpendapat bahwa nilai pendidikan dari studi perbandingan agama bisa mengatasi intoleransi beragama. Urgensi untuk mengenal literasi agama semakin dirasakan dan mulai berakar sejak serangan terorisme bulan September 2001 di AS.
Senada dengan itu, Matius Ho, yang berbicara di sesi “Asian Religious and Interreligious NGOs” menyampaikan Protecting the Right to Freedom of Thought, Conscience, and Religion: Cross-Cultural Religious Literacy in Indonesia (Melindungi Hak Kebebasan Berpikir, Berhati Nurani, dan Beragama: Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Indonesia).