Para peserta lokakarya Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang diadakan 3-5 Maret 2023 di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Makassar, LKLB News – Universitas Muslim Indonesia (UMI) bersama Institut Leimena dan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta mengadakan lokakarya bagi 40 guru, yang sebagian besar guru madrasah, untuk penerapan pendidikan berbasis Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB). Prinsip-prinsip LKLB dinilai sangat relevan untuk menjaga kehidupan bangsa yang majemuk dan menghargai perbedaan.

Lokakarya berjudul “Pengembangan Program dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis LKLB” tersebut diadakan selama tiga hari pada 3-5 Maret 2023. Para peserta tersebar di kota Makassar dan kabupaten sekitarnya seperti Maros, Takalar, Gowa, dan Pangkep.

Wakil Rektor Bidang Dakwah dan Kampus Islami UMI, Dr. H.M. Ishaq Samad, mengatakan program LKLB dirintis salah satunya oleh Senior Fellow Institut Leimena, Prof Alwi Shihab, yang merupakan putra dari Rektor UMI ke-2, Abdurrahman Shihab.

 “Lokakarya LKLB merupakan kerja sama antara Institut Leimena dan UMI serta UIN Sunan Kalijaga dalam rangka menumbuhkan kesadaran untuk saling menghargai antara satu dan lainnya,” kata Dr. Ishaq saat sesi pembukaan hari Jumat (3/3/2023).

Ishaq mengatakan UMI sendiri merupakan lembaga pendidikan dan dakwah yang bersifat inklusif. Itu sebabnya, lokakarya LKLB sejalan dengan misi UMI yang mendukung semangat kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menjaga keragaman dan toleransi antar umat beragama.

“UMI walaupun universitas Muslim, tapi mahasiswanya tidak seluruhnya Muslim karena ada alumnus non-Muslim di S2 dan S3 sekitar 30%,” kata Ishaq.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Leimena Matius Ho mengatakan peserta lokakarya LKLB merupakan alumni pelatihan daring LKLB yang saat ini jumlahnya mencapai 3.300 tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Kerja sama LKLB telah dilakukan Institut Leimena bersama 15 mitra termasuk UMI, UIN Sunan Kalijaga, Masjid Istiqlal, Majelis Pendidikan Dasar Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Maarif Institute, dan Pengurus Besar Alkhairaat Palu.

“Minggu ini juga sedang berjalan kelas pertama pelatihan LKLB untuk guru-guru Kristen, yang merupakan kerja sama dengan tiga sekolah Kristen. Ke depannya kami akan kembangkan untuk guru-guru Hindu dan Buddha, jadi semua agama ikut bergabung di sini,” kata Matius.

Wakil Rektor Bidang Dakwah dan Kampus Islami Universitas Muslim Indonesia, Dr. H.M. Ishaq Samad.

LKLB sebagai Kerangka Sederhana

Matius menjelaskan LKLB adalah kerangka sederhana untuk mengembangkan kompetensi dan keterampilan dalam berelasi dengan orang yang berbeda agama. Selain Prof Alwi Shihab, LKLB juga dikembangkan oleh Guru Besar Filsafat UIN Sunan Kalijaga sekaligus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Prof. Amin Abdullah.

Matius menambahkan laporan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNESCO) menyoroti pentingnya solidaritas global dalam visi pendidikan dunia tahun 2050.

Laporan UNESCO menyebut salah satu tantangan pendidikan global ke depan adalah dunia semakin terpolarisasi.

“Ini tampaknya menjadi keprihatinan tidak hanya di Indonesia, tapi juga di luar negeri, sehingga LKLB bisa menjadi jembatan bagi orang-orang yang berbeda agama dan kepercayaan bisa saling bekerja sama untuk kebaikan bersama,” ujarnya.

Koordinator Program Alumni LKLB dari Institut Leimena, Daniel Adipranata (paling kiri), Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Prof Inayah Rohmaniyah (kedua dari kiri), bersama Wakil Rektor Bidang Dakwah dan Kampus Islami UMI, Dr. Ishaq Samad (kedua dari kanan), dan Kepala Humas, Protokoler, dan Kerja Sama UMI Dr. Nurjannah Abna.

Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. Inayah Rohmaniyah, mengatakan guru sebagai agen perubahan berperan penting untuk mengajarkan tradisi berpikir kritis dan menghormati perbedaan kepada para muridnya. Sebab, perbedaan adalah bagian dari kodrat alam yang harus dikelola, bukan sebagai sumber permusuhan. 

Inayah mengatakan tujuan lokakarya LKLB adalah membangun pemahaman dan urgensi LKLB dalam pengajaran di ruang-ruang kelas. Salah satu materi yang diangkat adalah membongkar stigma atas agama lain yang berbeda.

“Bongkar stigma ini untuk memastikan bahwa para guru sudah tidak ada masalah dengan dirinya sendiri, dengan berpikir bahwa perbedaan adalah sesuatu yang lumrah, bahkan bisa menjadi modal untuk bekerja sama,” ujarnya.

Lokakarya LKLB diisi dengan diskusi kelompok, penyusunan RPP atau program, kunjungan ke tempat ibadah agama lain, dan praktik mengajar. Para peserta lokakarya adalah sebagian kecil dari alumni pelatihan daring LKLB di Sulawesi Selatan yang jumlahnya mencapai 658 orang. [IL/Chr]