Kunjungan guru peserta workshop LKLB ke Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Bukit Zaitun Makassar.
Jakarta, LKLB News – Sesi kunjungan lapangan menjadi salah satu kegiatan yang paling berkesan bagi sebagian besar guru peserta workshop Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Dialog secara tatap muka disertai pembicaraan hangat mengenai perbedaan agama satu sama lain mampu memupus rasa curiga dan waswas diantara para guru yang baru pertama kali mendatangi tempat ibadah agama lain.
Kunjungan peserta workshop kali ini dibagi ke tiga lokasi yaitu Gereja Katedral Makassar (Gereja Paroki Hati Yesus yang Maha Kudus), Gereja Protestan Indonesia di Bagian Barat (GPIB) Bukit Zaitun, dan Sekolah Tinggi Filsafat Theologia (STFT) Jaffray Makassar.
Kegiatan ini merupakan upaya untuk memperkuat kompetensi komparatif yakni mengenal agama lain agar terbangun rasa saling menghargai dan toleransi.
Guru UPT SMPN 2 Takalar, Abdul Haris, mengatakan adanya perubahan signifikan setelah berdialog langsung dengan pemeluk agama lain. Meskipun sempat merasa grogi saat tiba di gereja, pada akhirnya dia merasakan sambutan akrab dari pastor dan pendeta.
“Perubahan signifikan adalah cara berpikir kepada saudara kita, yang selama ini ada stigma untuk harus selalu menjaga jarak dengan orang Kristen,” kata Haris saat diminta merefleksikan sesi kunjungan lapangan dalam workshop di Makassar, Sabtu (4/3/2023).
Alumni LKLB Abdul Haris (kedua dari kiri) bersama rekan-rekan guru peserta workshop LKLB di Makassar.
Alumni LKLB Angkatan 22 itu menambahkan pikiran negatif terhadap saudara yang berbeda agama seketika sirna karena komunikasi berlangsung dengan cair. Dia juga mendapatkan pengetahuan baru terutama perbedaan antara agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan.
Haris menjelaskan agama Katolik masih sangat menjaga tradisi gereja. Dia juga baru mengetahui bahwa seorang pastor dipilih dengan sangat selektif dan harus menempuh pendidikan sekitar 15 tahun serta dipanggil untuk hidup selibat (tidak menikah).
“Sesuatu yang sangat luar biasa dalam menjaga keyakinannya,” ujarnya menanggapi komitmen pastor untuk selibat.
Haris juga merefleksikan pernyataan Pdt. Adrie Massie di GPIB Bukit Zaitun bahwa jika isi Al-Quran diperas maka hasilnya adalah cinta, jika kitab Injil diperas maka hasilnya kasih, dan jika kitab Weda diperas maka hasilnya adalah damai.
“Kesimpulannya, agama mengajarkan rasa cinta, rasa kasih, dan perdamaian. Itulah hakikat orang yang beragama,” ujarnya.
Senada dengan itu, guru SMK LPP UMI Makassar, Vivi Afiah Herman, menyebut tiga hal yang paling berkesan dari sesi kunjungan yaitu mendapatkan pengalaman baru ke tempat ibadah agama lain, adanya nilai toleransi yang tinggi pada agama lain, dan keramahan dari para narasumber.
“Awalnya perasaan waswas, dag dig dug, dan gemetar karena tidak pernah masuk ke dalam gereja. Tapi perubahan yang dirasakan setelah kunjungan adalah lebih memahami agama lain sehingga mengetahui bagaimana harus bertindak kepada pemeluk agama lain,” ujar Vivi yang merupakan alumni LKLB Angkatan 10.
Para guru dan panitia workshop LKLB di Gereja Katedral Makassar.
LKLB sebagai Tugas Bersama
Pastor Gereja Katedral Makassar, Albert Arina, mengatakan gereja Katolik membangun komunikasi dan silaturahmi yang terbuka dengan berbagai macam kepentingan terutama agama lain. Pastor Albert pun terlibat aktif dalam Forum Kerukunan Umat Beragama Sulsel dan Forum Kemanusiaan Lintas Agama Provinsi Sulsel.
Saat ditanya mengenai peristiwa bom di Gereja Katedral Makassar pada 2021 lalu, Pastor Albert mengatakan semua tokoh agama mengecam tindakan tidak berperikemanusiaan tersebut. Uskup Agung Makassar juga sudah menyatakan pengampunan setulus-tulusnya.
“Kita lihat bahwa tindakan itu dikecam oleh semuanya. Ini menjadi tugas kita bersama bagaimana membangun Literasi Keagamaan Lintas Budaya yang bagus,” kata Pastor Albert.
Para peserta workshop LKLB saat mengunjungi STFT Jaffray (atas) dan GPIB Bukit Zaitun (bawah).
Sementara itu, Ketua STFT Jaffray, Pdt. Dr. Robi Panggarra, menjelaskan bahwa STFT merupakan lembaga pendidikan tinggi agama Kristen. STFT Jaffray yang telah berusia 91 tahun, memiliki sejumlah program yaitu teologi untuk calon pendeta, pendidikan agama Kristen, musik gerejawi, dan pelayanan anak remaja. Selain itu, STT Jaffray juga memiliki program Magister dan Doktor khususnya untuk program biblika dan teologi.
“Tentu sebagai orang-orang beragama terutama dalam hal pendidikan agama, maka tanggung jawab kita menjadi penting,” kata Pdt. Robi.
Pdt. Robi mengatakan tantangan umat beragama saat ini adalah terjadinya degradasi moral. Pendidik berperan penting untuk memberi pengaruh positif dalam hal beragama kepada generasi penerus bangsa.
“Saya kira tidak ada agama yang mengajarkan hal buruk. Kita mempunyai pergumulan sama untuk menghadapi situasi seperti korupsi yang mengakar atau kasus-kasus lainnya. Kita berperan membuat negeri yang kita diami bersama ini menjadi negeri yang baik,” lanjutnya.
Pdt. Adrie Massie, selaku pengurus Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Wilayah (PGIW) Sulsel dan Sulawesi Barat, mengaku antusias dengan perjumpaan lintas agama yang digagas oleh Institut Leimena dan para mitranya. Pdt. Adrie merupakan pemeluk Kristen yang menjadi pembina di jaringan Gusdurian.
“Agak langka orang Kristen, pendeta, jadi pembina di Gusdurian. Itulah hubungan yang kita bangun,” katanya.
Pdt. Adrie mengharapkan perjumpaan lintas agama dalam kunjungan LKLB ini bisa menabur benih-benih kebaikan. “Di mana ada kerukunan, di situ Tuhan memerintahkan berkatnya. Jika bangsa kita rukun, maka bangsa kita diberkati,” katanya. [IL/Chr]