Oleh Subhan Saleh
Tantangan terbesar suatu negara yang sangat majemuk adalah menjaga kehidupan berbangsa agar tetap rukun antar umat beragama. Keragaman bangsa Indonesia adalah kekayaan dan anugerah terbesar dari Tuhan Yang Maha Esa yang patut disyukuri. Namun, keragaman bisa menjadi bencana jika kita tidak mampu merawat atau menjaga simpul perekat kebangsaan kita dengan baik.
Fakta historis menunjukkan Indonesia lahir dan dibangun atas konsensus bersama para pendiri bangsa yang berbeda suku dan agama. Mereka merumuskan kesepakatan-kesepakatan bersama berdasarkan pengamatan secara holistik terhadap latar belakang historis, kondisi sosial dan budaya, maupun karakteristik bangsa Indonesia sebagai sebuah negara bangsa.
Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari 17.508 pulau dengan lebih dari 500 suku bangsa dan bahasa, serta memiliki ragam agama, budaya dan kelas sosial yang membentang dari Sabang sampai Merauke.
Berdasar pada fakta historis kondisi bangsa yang sangat beragam ini, maka lahirlah Pancasila sebagai konsensus atau kesepakatan bersama para founding father bangsa Indonesia dan menjadi titik temu (kalimatun sawa’) bagi ragam perbedaan agama, suku, ras maupun bahasa dan budaya yang berbeda.
Pancasila merupakan titik temu, titik tumpu dan titik tuju bagi seluruh warga negara Indonesia, Pancasila dirumuskan sebagai dasar negara yang menjadi landasan statis segenap elemen bangsa dan menjadi pedoman atau penuntun moral berbangsa kita. Dengan keberadaan Pancasila sebagai titik temu (kalimatun sawa’) harapan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan ragam identitas yang berbeda bisa hidup berdampingan rukun dan damai bisa terwujud.
Ancaman perpecahan merupakan konsekuensi logis yang paling mungkin bisa terjadi pada sebuah negara seperti Indonesia yang memiliki tingkat keragaman yang cukup besar, oleh karena itu, tentu perlu ada upaya maksimal oleh semua pihak untuk tetap menjaga negeri ini dari ancaman perpecahan, memberikan pemahaman yang baik tentang nilai-nilai Pancasila.
Generasi muda, terutama anak usia sekolah, akan menjadi pemegang tongkat estafet keberlangsungan bangsa Indonesia. Namun, mereka juga menjadi generasi yang paling potensial untuk dipengaruhi dan dicekoki paham intoleransi yang bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia. Untuk itu, dibutuhkan upaya antisipasi sejak dini lewat penanaman nilai-nilai Pancasila agar terbangun kesadaran akan pentingnya menjaga keragaman Indonesia sebagai sebuah identitas bangsa.
Tren intoleransi di kalangan siswa perlu menjadi perhatian khusus oleh pemerintah dan semua pihak, sebab para pemuda di jenjang sekolah merupakan generasi masa depan bangsa yang juga berkontribusi memberikan arah pembangunan bangsa ke depannya.
Secara garis besar kita memiliki modal besar yang kuat di kalangan generasi muda yang mendukung toleransi dalam keragaman. Fakta tersebut ditunjukkan dengan sikap toleransi di kalangan siswa menengah atas yang dinilai masih sangat menjanjikan dengan melihat pada hasil survei yang dilakukan oleh Setara Institut dan Internasional NGO Forum on Indonesian Development (INFID), di atas 90 persen menunjukkan sikap mau berteman dengan siswa tidak seagama, berbeda ras, dan warna kulit.
Namun demikian, kita tetap perlu waspada sebab dari 12 pertanyaan kunci yang dilakukan di lima kota (Surabaya, Surakarta, Bogor, Padang, dan Bandung) tersebut ada sekitar 24,2 persen menunjukkan intoleran pasif, di mana kondisi tersebut bisa berubah menjadi toleran tetapi bisa juga sebaliknya menjadi intoleran. Karena itu perlu ada intervensi dari berbagai kalangan dalam membangun kesadaran keragaman pada generasi mudah untuk mencegah perubahan tersebut ke arah intoleransi.
Untuk membangun kesadaran akan pentingnya merawat keragaman sebagai wujud menjaga nilai-nilai Pancasila dan menjauhkan generasi muda pada sikap intoleran maka literasi keagamaan lintas budaya (LKLB) merupakan satu hal yang perlu diberikan pada generasi kita, terutama generasi pada tingkat anak usia sekolah. Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) merupakan satu konsep yang memiliki pondasi yang kuat untuk mendorong setiap umat beragama agar memiliki kemampuan memahami diri dan agama sendiri, mengenal agama atau umat lain sebagaimana diri sendiri, dan kemampuan bekerja sama dengan umat beragama lainnya.
Melalui LKLB kita diajarkan untuk terbiasa mendengar dan mengamati dengan hati, memverifikasi dengan pikiran serta terlibat dengan tangan atau tindakan nyata, kebiasaan tersebut merupakan implementasi dari perintah dalam al-qur’an sebagai hakikat dari penciptaan manusia berbeda-beda “lita’arafu” agar kita saling kenal mengenal, saling memahami dan saling peduli, sehingga dengan literasi itu setiap orang tidak akan gampang merendahkan yang lain, setiap orang akan memposisikan agama sebagai perekat dan pemersatu serta mengedepankan sikap yang apresiatif terhadap pluralitas (keragaman).
Setiap kita memiliki peran mendasar untuk mengupayakan adanya pengintegrasian literasi keagamaan lintas budaya (LKLB) dalam dunia pendidikan yang nilai-nilainya selaras dengan semangat kebhinekaan, agar peserta didik bisa menjalin hubungan yang baik dengan yang berbeda.
Upaya menanamkan literasi keagamaan lintas budaya (LKLB) diharapkan akan melahirkan generasi yang memiliki tiga kompetensi, pertama kompetisi pribadi, yakni kemampuan memahami ajaran agamanya dalam berelasi dengan orang yang berbeda agama. Kedua kompetensi komparatif yaitu kemampuan mengenal ajaran agama lain untuk membangun relasi dengan orang yang berbeda, dan yang ketiga kompetensi kolaboratif yakni kemampuan untuk berkolaborasi dan bekerjasama pada orang yang berbeda dalam mengatasi berbagai tantangan dan persoalan bersama.
Dengan demikian apa yang menjadi cita-cita bersama bisa tercapai dengan lahirnya kesadaran penuh akan posisi dirinya sebagai manusia yang hidup berdampingan dengan yang lain dan berada dalam satu Negara sebagai rumah bersama dengan mereka yang memiliki budaya, adat istiadat, karakter, dan keyakinan yang berbeda-beda.
Tidak hanya hidup berdampingan akan tetapi juga bisa membangun kerjasama antar warga, antar kultur dan antar agama dalam menyelesaikan setiap problem yang dihadapi bersama dalam berbangsa dan bernegara. Kesadaran merawat keragaman sebagai simpul perekat keindonesiaan akan menjaga bangsa ini dari kehancuran.
Fakta historis menunjukkan Indonesia lahir dan dibangun atas konsensus bersama para pendiri bangsa yang berbeda suku dan agama. Mereka merumuskan kesepakatan-kesepakatan bersama berdasarkan pengamatan secara holistik terhadap latar belakang historis, kondisi sosial dan budaya, maupun karakteristik bangsa Indonesia sebagai sebuah negara bangsa.
Profil Penulis
Subhan Saleh
Alumni LKLB Angkatan 11
Guru MA Nuhiyah Pambusuang,
Sulawesi barat
0 Comments