Oleh Balyan Oslerking Siregar
Kendati pandemi Covid-19 melanda dan membatasi hampir seluruh kegiatan masyarakat, tetapi ia tidak akan mampu menghalangi aktivitas menuangkan ide, baik ide seseorang maupun komunitas tertentu. Akibat dari pandemi tersebut, muncul banyak fenomena baru yang tidak seperti kebiasaan orang-orang pada umumnya. Biasanya, orang melakukan aktivitasnya masing-masing, seperti pergi ke pasar untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari, berangkat ke sekolah, bekerja ke kantor, menyupir, ataupun profesi lainnya. Peran yang biasanya kita jalani secara langsung, berubah menjadi fenomena dunia maya, di mana hampir seluruh aktivitas orang-orang pada umumnya beralih ke dunia digital yang tentu juga menciptakan cara kerja yang baru, serta istilah-istilah yang baru pula. Istilah Work from Home bagi para pegawai misalnya, yang berarti bekerja dari rumah, berjualan secara daring, belanja daring, belajar dari rumah bagi pelajar, atau pembelajaran jarak jauh, dan lain-lain.
Tak ketinggalan pula workshop dan seminar daring yang terbuka untuk umum, yang dilakukan oleh komunitas dan lembaga-lembaga profesional beredar luas di media sosial, seperti Facebook, Instagram, Whatsapp, Telegram, dan media sosial lainnya. Mereka menawarkan webinar dan workshop daring dengan tema yang dibutuhkan pada situasi dan kondisi pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia. Mulai wabinar dengan tema pendidikan, kewirausahaan, kesenian, keterampilan, atau bahkan hingga literasi digital.
Sekitar pertengahan Juli 2022 lalu, saya mulai mengetahui dan mengenal Institut Leimena, sebuah organisasi nirlaba yang saat ini fokus pada pengembangan Literasi keagamaan Lintas Budaya (LKLB). Setelah mengikuti beberapa kali webinar yang diselenggarakan, saya tertarik dengan kegiatan-kegiatan yang ditawarkan dan mulai aktif mengikuti beberapa kegiatan lainnya. LKLB ini bertujuan untuk menguatkan eksistensi dan kolaborasi damai antar agama di Indonesia dengan meningkatkan kapasitas pendidik khususnya pendidik di bidang agama-agama. Tujuan LKLB ini dapat dilihat pada situs web Institut Leimena.
Selain mengadakan seminar-seminar, Institut Leimena juga mengadakan kursus secara daring yang membahas tentang Literasi Keagamaan Lintas Budaya. LKLB membahas tiga kompetensi bagi orang-orang yang ingin mengembangkan pengetahuan di bidang literasi keagamaan. Adapun ketiga kompetensi tersebut adalah: konpetensi pribadi, konpetensi komparatif, serta kompetensi kolaborasi. Sudah ada puluhan angkatan dan ribuan peserta yang menjadi alumni kursus ini, dan saya merupakan angkatan alumni yang ke-22. Saat ini, program ini masih terus berjalan yang akan melahirkan angkatan-angkatan berikutnya di bidang LKLB.
Dengan ketiga kompetensi yang telah dipelajari, peserta diharapkan akan mampu membentengi diri dari konflik terkait SARA dan terhindari dari sikap anti sosial. Sebaliknya, peserta diharapkan cakap dalam berinteraksi dengan orang lain yang berbeda agama dan kepercayaan, toleran, serta humanis. Melalui ketiga kompetensi tersebut, seseorang diharapkan mampu hidup berdampingan dengan orang lain yang berbeda dengannya, tanpa melihat apapun suku, agama, maupun keyakinannya.
Selama kurang lebih tiga bulan, saya mulai aktif belajar bersama Institut Leimena melalui seminar daring, yang membahas berbagai isu dan tema yang hangat dibicarakan, baik di Republik ini, maupun mancanegara. Misalnya, isu-isu yang berkembang di tengah-tengah masyarakat seperti kasus-kasus intoleransi di beberapa daerah di Indonesia, pendidikan, dan juga membangun hubungan kerjasama dengan komunitas-komunitas luar negeri yang membahas tentang tujuan bersama. Yang diharapkan dari diskusi tersebut adalah mencoba mencari dan menemukan solusi-solusi atas permasalahan-permasalan yang dihadapi; berembug mengenai pendidikan, dan lain-lain. Dengan program-program yang ditawarkan oleh lembaga ini, bukan tidak mungkin suatu saat nanti kasus-kasus kekerasan verbal dan non-verbal, serta kasus SARA tidak ada lagi. Apalagi kalau setiap orang memahami posisi dan materi yang ada dalam silabus pada materi yang ditawarkan.
Belakangan ini terjadi beberapa kasus intolensi, seperti misalnya di India pada awal tahun 2020. Bentrok terjadi antara pendukung dan penentang undang-undang kewarganegaraan India yang diamandemen oleh negara India. Kericuhan tersebut melebar menjadi konflik komunal antara Muslim dan Hindu, sehingga mengakibatkan kerugian fisik dan korban jiwa. Seharusnya, konflik kepentingan tersebut tidak akan terjadi kalau seandainya kedua belah pihak mengutamakan dialog dengan kepala dingin, yang difasilitasi oleh pemerintah India untuk mencari jalan tengah atau solusi untuk kebaikan seluruh warga negaranya sendiri, tanpa terkecuali. Di samping melakukan dialog, bisa juga dengan memperbanyak ruang-ruang pertemuan di antara kelompok yang berbeda agama, maupun kepentingannya, seperti yang digagas oleh Institut Leimena.
Belum lagi bibit-bibit intoleransi yang terjadi di negeri ini. Dikutip dari Kompas.com pada Februari 2023, viral video ketua RT di Bandar Lampung membubarkan umat Kristiani yang sedang beribadah, akibat permasalahan izin rumah ibadah. Padahal, undang-undang menjamin kebebasan beragama. Jika kejadian seperti ini terus terjadi tanpa ada toleransi dan dialog antar pihak-pihak terlibat, maka akan timbul bahaya disintegrasi. Padahal, ragam suku dan budaya tidak terlepas dari sejak negeri ini berdiri dan sudah dirawat oleh nenek moyang kita secara turun-temurun hingga saat ini.
Untuk itu, LKLB merupakan program yang sangat bagus untuk diikuti dan diterapkan dalam diri setiap orang yang menginginkan hidup harmonis. Mungkin bagi sebagian orang, Institut Leimena merupakan lembaga yang asing, karena memang lembaga ini berdiri pada tahun 2005 lalu. Namun, tindakan kebaikan yang sederhana jauh lebih kuat daripada seribu kepala yang membungkuk dalam doa. Itulah kata-kata bijak yang pernah disampaikan oleh Mahatma Gandhi yang sangat menginspirasi.
Adapun manfaat yang diperoleh dari belajar di LKLB ini adalah: pertama, sebagai pembuka cara berpikir inklusif. Hal kedua adalah di bidang muamalah untuk membangun hubungan manusia dengan manusia lainnya tanpa prasangka yang jelek. Terakhir adalah sebagai tawaran solusi untuk menghindari konflik kepentingan yang dapat mengakibatkan kerugian fisik maupun mental.
Jadi, kursus di bidang LKLB ini merupakan rekomendasi dan alternatif untuk menciptakan toleransi dan kerukunan antar umat beragama; membangun lingkungan yang ramah dan toleran antar sesama. Dengan terciptanya lingkungan yang ramah dan toleran bagi siapa saja, maka akan dapat membentuk dan menciptakan masyarakat yang beradab, karena lingkungannya akan jauh dari hal-hal dapat menghambat masyarakat untuk menciptakan peradaban, seperti penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, budaya, serta etika dan moral. Harapan saya, semoga di masa yang akan datang, kursus ini bisa dilakukan secara luring agar bisa bertatap muka secara langsung.
LKLB merupakan program yang sangat bagus untuk diikuti dan diterapkan dalam diri setiap orang yang menginginkan hidup harmonis.
Profil Penulis
Balyan Oslerking Siregar
Alumni LKLB Angkatan 15
Pembina Asrama Putra di MAN IC Tapanuli Selatan, Kota Sipirok, Sumatera Utara
0 Comments