Guru Besar Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Prof. Dr. Muhammad Amin Abdullah, dalam Online Upgrading Course Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB).
Jakarta, LKLB News – Kehidupan beragama masyarakat di era disrupsi saat ini menghadapi tantangan cukup pelik. Salah satu yang menonjol adalah kehadiran media sosial, sebagai bagian dari perkembangan revolusi teknologi komunikasi, telah membawa penyebaran hoax dan fake news yang bisa mengancam hubungan antar umat beragama.
Senior Fellow Institut Leimena sekaligus Guru Besar Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Prof. Dr. M. Amin Abdullah, menyampaikan pentingnya beragama secara utuh dan terintegrasi melalui tiga pendekatan intelektual Islam yaitu al-‘aql bayany (tekstual-skriptural), al-‘aql al-burhany (akal-rasional), dan al-‘aql al-‘irfani (hati nurani).
“Khasanah intelektual Islam sudah begitu lengkap memberikan bahan kepada kita semua supaya beragama on the right track,” kata Prof Amin saat menjadi narasumber dalam Online Upgrading Course Kompetensi Pribadi Islam bertemakan “Menjadi Guru Transformer” yang digelar dalam 2 sesi pada 17 dan 20 Januari 2023.
Online Upgrading Course ini diikuti 164 guru madrasah/pesantren alumni pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB), dipimpin moderator Guru MDA Alkhairaat Kabobona, Sigi, Sulawesi Tengah, Mohammad Syafa’ad. Peserta wajib terlebih dulu membaca Bab V: Pendekatan Irfani dalam Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin Keilmuan dari buku karya Prof Amin Abdullah berjudul “Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin: Metode Studi Agama dan Studi Islam di Era Kontemporer”.
Prof Amin memakai istilah “intersubjektif” untuk menjelaskan pendekatan nalar ‘Irfani yang lebih mengedepankan peran hati nurani sehingga bisa melembutkan sikap sosial, memperbaiki perangai dan akhlak sosial, serta melunakkan sikap yang tidak kenal kompromi.
Dalam konteks kehidupan sosial keagamaan Islam, pertemuan antara nalar Bayany dan Burhany, jika tidak dinavigasi dengan baik maka akan melahirkan pandangan dan sikap sosial keberagamaan yang cenderung kaku bahkan bisa mengarah kepada kekerasan.
“Intersubjektif ini bahasa baru saya ketika menjelaskan khasanah Islam ‘Irfani. Itu penting sekali supaya kita tidak gagap menghadapi yang berbeda. Agar dakwah guru-guru kita, apalagi di PAUD, SD, dan SMP, jangan sampai mengajarkan agama yang dipeluk orang lain sebagai musuh,” kata Prof Amin yang juga anggota dewan pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Moderator Upgrading Course, Guru MDA Alkhairaat Kabobona, Sigi, Sulawesi Tengah, Mohammad Syafa’ad.
Prof Amin menegaskan LKLB memberikan pemahaman utuh baik secara subjektif lewat kompetensi pribadi (memahami agama sendiri) dan objektif lewat kompetensi komparatif (mengenal agama lain dengan tujuan saling belajar). Dia menambahkan satu pendekatan lagi yaitu intersubjektif atau insaniah dengan mengasah hati nurani.
“Jika dicubit sakit, ya jangan mencubit. Jadi intersubjektif sebenarnya merupakan Surat Al-Hujurat dimana kita tidak boleh saling meremehkan, dan lain-lain,” ujarnya.
Dalam Upgrading Course ini, 4 peserta menjadi presenter Sesi I untuk mempresentasikan bagian buku Prof Amin tentang “Pendekatan Utuh Terintegrasi (Tekstual, Rasional, dan ‘Irfani)” yaitu Nur Fitriani (Guru MI Al Hikam), Muh Luqman Arifin (Dosen Universitas Peradaban), Hasnawati (Guru SMAN 4 Wajo Sulawesi Selatan), dan Nine Adien Maulana (Guru SMAN 2 Jombang).
Sedangkan, 3 peserta menjadi presenter Sesi 2 untuk bagian “Sepuluh Checklist untuk Mempertajam Pendekatan ‘Irfani” yaitu Aji Bagaskoro (Guru Madrasah Diniyah At-Tahdzibiyah), Laily Syarifah (Guru SMPN 3 Peterongan), dan Supiati (Penyuluh Agama KUA Kecamatan Ulee Kareng, Aceh).
Para presenter Upgrading Course LKLB “Menjadi Guru Transformer”.
Selamatkan Pendidikan Islam
Nur Fitriani, alumni LKLB Angkatan 12, dalam presentasinya menyebut pentingnya menggabungkan antara penelitian dan pembelajaran dalam dunia sains dan teknologi (scientific skill) dengan studi sosial yang menekankan kepada aspek kemanusiaan, keagamaan, dan keislaman (humanistic thought).
“Tujuannya untuk menyelamatkan pendidikan Islam agar tidak terpengaruh berbagai provokasi atas kepentingan pribadi dan komunal,” kata Fitriani.
Sementara itu, Muh Luqman Arifin, alumni LKLB Angkatan 24, mengatakan kesalehan ihsan (individual) dan kesalehan tasawuf (sosial) sangat penting untuk mengatasi problematika umat terkait keberagaman. Namun, faktanya tidak sedikit kesalehan yang bersifat individual tidak secara simetris berkontribusi kepada kemanfaatan terhadap umat.
“Banyak dijumpai orang-orang saleh dari sisi ibadah, rajin ke masjid atau salat malam, tapi dalam ranah bersifat sosial justru kurang. Misalnya, tidak ramah atau harmonis dengan tetangga. Idealnya, basis kesalehan ihsan bisa mengantarkan kepada kesalehan yang bersifat sosial,” kata Luqman.
Nine Adien Maulana, alumni LKLB Angkatan 22, mengatakan corak keberagamaan intersubjektif yang mampu menjembatani corak keberagamaan subjektif dan objektif. Dari ketiganya akan muncul tata nilai keberagamaan manusia yang tercerahkan seperti verstehen (memahami mendalam eksistensi dan aspirasi kelompok lain), empati, simpati, penghormatan, tanpa kekerasan, altruisme, kebajikan, dan belas kasih.
Senada dengan itu, Aji Bagaskoro, alumni LKLB Angkatan 12, menyampaikan pentingnya memperkuat literasi multikultural serta mengenal multiple identities dalam diri sendiri dan orang lain.
“Harus tahu sejak kecil bahwa kita terbentuk dari identitas majemuk. Multiple identities menjadi landasan untuk mengelola masyarakat majemuk,” kata Aji. (IL/Chr)