Kunjungan alumni pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) ke Gereja Kristen Jawa (GKJ) Gondokusuman dalam rangka lokakarya pengembangan program dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis LKLB, 26 Juni 2022.

Jakarta, LKLB News – Pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang diadakan Institut Leimena bersama para mitra telah diikuti oleh 2.434 guru madrasah atau pesantren dari 33 provinsi di Indonesia. Keterlibatan ribuan guru dalam program LKLB diharapkan bisa berkontribusi secara masif dan nyata dalam penanaman sikap toleransi sejak dini kepada para siswa di sekolah.

Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Dr. Inayah Rohmaniyah, mengingatkan LKLB  bukan semata konsep, melainkan penting untuk diterapkan di dalam ruang kelas.

“Bapak dan ibu adalah agen perubahan untuk membawa konsep LKLB ke ruang-ruang kelas. Dari ranah filosofis, teoritis, dan instruksi kepada sesuatu yang praktis, konkret, dan bisa dieksekusi,” kata Inayah dalam lokakarya perdana pengembangan program dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis LKLB yang diadakan di Yogyakarta, 25-27 Juni 2022.

Menurut Inayah, pelatihan LKLB yang berlangsung selama seminggu lewat media zoom dan belajar mandiri (learning management system) bertujuan menanamkan kembali konsep beragama dalam kemajemukan. Dibutuhkan tiga kompetensi dasar untuk berelasi dengan orang yang berbeda agama yaitu pribadi (memahami agama sendiri dengan baik), komparatif (mengenal agama lain agar tercipta tenggang rasa), dan kolaboratif (bekerja sama dengan penganut agama yang berbeda).

Selain itu, pola pikir guru dalam memandang realitas keagamaan harus memakai pendekatan multidisipliner, interdisipliner, dan transdisipliner (MIT) sebagaimana diajarkan dalam pelatihan LKLB oleh Guru Besar UIN Sunan Kalijaga yang saat ini juga menjabat Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Prof. Dr. Amin Abdullah .

Inayah mengatakan prinsip dasar LKLB dalam pendidikan antara lain untuk menumbuhkan sikap jujur terhadap diri sendiri tentang kekurangan dan potensi bias dalam memandang perbedaan. Selain itu, perlunya mengedepankan sumber literasi yang valid untuk menyikapi realitas keragaman masyarakat.

“Terakhir, membangun kerjasama untuk mewujudkan tujuan bersama. Prinsip dasar ini menjadi navigator peserta dalam menyisipkan paradigma LKLB ketika menyusun RPP,” kata Inayah.

Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Dr. Inayah Rohmaniyah, menyampaikan sambutan di GKJ Gondokusuman, Yogyakarta.

Suasana diskusi hangat antara alumni LKLB dengan pemuka agama Kristen Protestan di GKJ Gondokusuman

Lokakarya pengembangan program dan RPP berbasis LKLB diikuti oleh 19 alumni pelatihan LKLB yang berasal dari Yogyakarta dan sekitarnya seperti Purworejo dan Magelang. Hadir pula perwakilan dari Binus University sebagai observer dan dua dosen muda dari Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga sebagai fasilitator.

“Apa bedanya guru yang menggunakan RPP berbasis LKLB dengan guru yang tidak memakai LKLB? Seharusnya ada, bedanya di mana? Bapak dan ibu guru harus menemukan sendiri lewat workshop ini,” ujar Inayah.

Lokakarya tidak hanya diisi dengan penyampaian materi tetapi juga praktik langsung ke lapangan (field trip) untuk mengalami realitas perbedaan secara langsung. Sesi field trip dilakukan di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Gondokusuman dan seminari Katolik, Wisma Sang Penebus.

Di dua tempat itulah para peserta berbincang, berdialog dan menemukan cinta kasih dalam bingkai pluralitas Indonesia. Salah satu peserta lokakarya, Mira, yang merupakan guru pondok pesantren, mengakui kunjungan ke rumah ibadah dan seminari menjadi pengalaman hubungan lintas agama yang berkesan. Dia merasakan nyaman berbincang dengan para frater (calon pastor) di Wisma Sang Penebus.

 

 

Atas: Koordinator Program Alumni LKLB dari Institut Leimena, Daniel Adipranata memberikan sambutan saat pembukaan lokakarya program LKLB di Yogyakarta. Bawah: Diskusi kelompok selalu dilakukan dalam setiap sesi lokakarya LKLB di Yogyakarta.

Para peserta mengakui sesi field trip ke gereja dan seminari telah mengubah sudut pandang mereka dalam memandang orang yang berbeda agama. Mereka juga bisa bertanya apa saja secara terbuka kepada pendeta dan para frater.

“Efeknya, perumusan RPP serta program berbasis LKLB ini bukan sekedar berangkat dari hasil diskusi tertutup di luar realitas. Namun, merupakan refleksi atas pengalaman langsung berhadapan dengan perbedaan yang ada di lapangan,” kata Inayah.

Sementara itu, Koordinator Program Alumni LKLB dari Institut Leimena, Daniel Adipranata, mengatakan madrasah sebagai pusat pendidikan Islam memiliki peran strategis dalam membangun dan mentradisikan pola pikir, sikap, dan perilaku yang menjunjung tinggi harmoni antar umat beragama. Pendekatan LKLB menjadi mendesak untuk diperkenalkan kepada para stakeholder madrasah dalam rangka mengarusutamakan literasi keberagamaan dalam beragama di tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (IL/Chr)