Guru SD Muhammadiyah Boarding School (MBS) Prambanan, Yogyakarta sekaligus fasilitator workshop LKLB, Arif Saifudin Yudistira, saat memberikan pelajaran dengan penghayatan Literasi Keagamaan Lintas Budaya.
Jakarta, LKLB News – Fasilitator dalam workshop pengembangan program dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasiskan Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB), Arif Saifudin Yudistira, mengatakan ilmu dalam LKLB sangat praktis dan aplikatif untuk dimasukkan dalam pengajaran guru di kelas.
“Ilmu-ilmu LKLB itu secara praktis sebetulnya sangat bermanfaat bagi saya, terutama sebagai guru di SD dan sangat perlu diaplikasikan kepada murid-murid, sehingga apa yang saya ketahui tidak hanya bermanfaat bagi saya pribadi tapi juga bagi murid-murid,” kata Arif yang merupakan Guru SD Muhammadiyah Boarding School (MBS) Prambanan, Yogyakarta kepada LKLB News di sela-sela kegiatan workshop di Malang, Jawa Timur yang diadakan pada 12-14 Agustus 2022.
Arif menilai LKLB juga sangat relevan dimasukkan ke dalam konteks pendidikan Indonesia yang menjunjung nilai-nilai kemajemukan. Menurutnya, semua mata pelajaran (mapel) di sekolah memungkinkan untuk diinternalisasi prinsip LKLB. Dia mencontohkan dalam pelajaran Bahasa Inggris, anak-anak bisa diajak saling berkenalan dalam Bahasa Inggris dengan mengingatkan agar tidak memandang suku atau agamanya.
“Artinya, ini bukan ilmu ‘awang-awang’ di atas langit, bukan ilmu yang sangat filosofis dan tidak bisa diturunkan. Tapi sangat bisa diturunkan dan sangat aplikatif terutama di sekolah, kelas-kelas kita,” lanjutnya.
Arif mengatakan LKLB memfokuskan kepada tiga kompetensi yaitu pribadi (memahami agama sendiri), komparatif (mengenal agama lain), dan kolaboratif (bekerja sama dalam keberagaman). Ketiga kompetensi itu membutuhkan keterampilan evaluasi, negosiasi, dan komunikasi.
Dia menambahkan anak-anak sebenarnya selalu berhadapan dengan realitas perbedaan dalam lingkungan mereka sehari-hari. Di tengah keluarga sekalipun harus belajar saling menghargai, menghormati, toleransi, dan bekerja sama.
“LKLB memberikan pemahaman untuk meyakini bahwa keberagaman di Indonesia adalah sesuatu yang harus kita rawat. Sebagai sekolah yang berbasis moderat, artinya tidak ekstrem ke kanan atau kiri, itu sangat sesuai falsafah Pancasila,” ujar Arif.
Guru MTs Negeri 5 Gunungkidul Yogyakarta, Aan Anepi, mempraktikkan nilai-nilai LKLB lewat mata pelajaran Bahasa Arab.
Senada dengan itu, Guru MTs Negeri 5 Gunungkidul Yogyakarta, Aan Anepi, ingin menanamkan LKLB dalam pengajaran agar peserta didik memiliki rasa saling menyayangi dan menghargai sesama manusia sejak usia remaja.
“Ada berbagai strategi yang saya terapkan dalam pembelajaran saya untuk mata pelajaran Bahasa Arab. Misalnya, saat awal pelajaran, mengucapkan salam kepada semua orang apa pun suku, ras, dan agamanya,” kata Aan yang juga menjadi fasilitator dalam workshop LKLB di Malang.
Aan juga melatih kekritisan peserta didiknya dengan menanyakan agama dari pengguna Bahasa Arab. “Murid-murid menjawab Islam, lalu saya sampaikan bahasa Arab adalah bahasa internasional yang bisa dipakai oleh orang-orang non-Muslim sekalipun,” katanya.
Kegiatan workshop penyusunan program dan RPP berbasiskan LKLB merupakan bagian dari program upgrading alumni LKLB yang diadakan Institut Leimena bersama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga. Lewat workshop ini, alumni terpilih diharapkan bisa menerapkan LKLB lewat pembelajaran secara konkret di depan kelas.
“Upgrading berupa workshop ini didesain untuk memfasilitasi kepala dan guru-guru madrasah serta pesantren memiliki kompetensi yang memungkinkan mereka menyusun program inklusif LKLB, tanpa harus merasa agamanya terancam, bahkan semakin memperkuat keyakinan akan kebaikan agama masing -masing,” kata Koordinator Program Alumni LKLB, Daniel Adipranata.
Peserta workshop LKLB di Malang, Jawa Timur, membahas tentang penyusunan program dan kurikulum dengan nilai-nilai LKLB.
Workshop LKLB terdiri dari enam sesi utama yaitu penyegaran materi inti LKLB, pemetaan nilai-nilai atau prinsip LKLB, kunjungan lapangan ke rumah ibadah atau komunitas keagamaan, praktik penyusunan RPP dan rencana program berbasis LKLB, praktik mengajar (micro teaching) berbasiskan LKLB, serta monitoring, evaluasi, dan rencana tindak lanjut program dan pembelajaran berbasis LKLB.
Salah satu kompetensi mendasar dalam LKLB adalah bagaimana seseorang bisa memandang dan memperlakukan orang yang berbeda agama secara egaliter dan berkeadilan. Berdasarkan paradigma ini peserta workshop, yaitu para guru yang telah lulus pelatihan LKLB, dibekali pendekatan yang relevan dan kemampuan mengembangkan kompetensi yang komprehensif. Peserta juga dipandu hingga dapat menyusun program kerjasama lintas agama tanpa harus kehilangan keyakinan maupun identitas agama masing-masing. (IL/Chr)