Jakarta, LKLB News – Program Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) sudah genap berjalan dua tahun sejak pertama kali diadakan pada 4 Oktober 2021. Institut Leimena bersama berbagai mitra sejauh ini telah mengadakan 40 kelas pelatihan dengan jumlah lulusan sedikitnya 5.716 guru dan penyuluh agama dari 35 provinsi di Indonesia.

Para lulusan program LKLB tersebar mulai dari Aceh, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, sampai Papua dan Papua Barat. Perkembangan positif program LKLB memberikan optimisme tersendiri untuk membangun kolaborasi lintas agama di Indonesia yang lebih baik lagi.

“Minat untuk mempelajari literasi keagamaan ternyata tidak surut. Ini didukung program LKLB sendiri yang secara khusus dinilai para peserta memiliki materi-materi sangat baik dan narasumber pakar di bidangnya masing-masing,” kata Koordinator Tim Training LKLB, Puansari Siregar, kepada LKLB News, Senin (2/10/2023).

Puansari menjelaskan Program Internasional LKLB bisa dikatakan program yang unik. Tidak hanya topiknya yang spesifik, tetapi juga mendorong proses pembelajaran yang berkelanjutan. Para peserta yang telah lulus pelatihan daring LKLB selama sepekan bisa mengikuti berbagai sesi lanjutan khusus alumni, seperti upgrading course yang mengangkat materi-materi pelatihan secara lebih dalam, webinar internasional dengan narasumber terkemuka, serta workshop penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan workshop menulis.

“Peserta yang lulus pelatihan juga berkesempatan mengembangkan jejaring dalam komunitas alumni LKLB, termasuk dengan rekan-rekan guru dari sekolah atau agama yang berbeda agar bersama-sama membangun persahabatan dan kerja sama untuk kemajuan bangsa,” ujarnya.

Puansari menambahkan program LKLB saat ini dikerjakan Institut Leimena bersama setidaknya 19 lembaga mitra di dalam negeri, antara lain Majelis Pendidikan Dasar, Menengah, dan Pendidikan Nonformal Pengurus Pusat Muhammadiyah, Maarif Institute, Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah, Kementerian Hukum dan HAM, Masjid Istiqlal, Ittihad Persaudaraan Imam Masjid (IPIM), Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII), Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, UIN Syarif Hidayatullah, Pengurus Besar Alkhairaat, Universitas Alkhairaat, Universitas Muslim Indonesia (UMI), Pesantren As’adiyah dan Al-ikhlas, dan sekolah-sekolah Kristen yaitu IPEKA, Tritunggal, Gloria, dan Kalam Kudus.

Dari total 5.716 peserta lulus pelatihan LKLB, presentase laki-laki dan perempuan seimbang yaitu 52% dan 48%. Mayoritas peserta lulus juga masih berada di usia produktif 45 tahun ke bawah termasuk yang terbanyak berada pada rentang usia 20-25 tahun (24%).

Program LKLB menerapkan pola belajar sinkronus (daring) untuk mendengarkan paparan materi secara langsung dari narasumber dan asinkronus (belajar mandiri) dengan memberikan bahan bacaan dan tugas terkait lewat https://belajar.lklb.org/. Kelulusan peserta dinilai dari partisipasinya dalam sinkronus dan asinkronus, kemudian sebagai apresiasi akan mendapatkan sertifikat dengan bobot sejumlah jam pelajaran.

Para narasumber dan sejumlah peserta pelatihan LKLB Kelas 36

Wawasan Berharga

Alumni LKLB Kelas 36, Muhammad Aufal Minan, mengatakan pelatihan LKLB memberikan wawasan berharga terutama mengenai agama selain Islam. Aufal adalah pengajar (da’i) di Pondok Pesantren Al-Barokah Jogokerten, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang mengikuti pelatihan LKLB bersama sekitar 100 da’i dan da’iyah lainnya pada 7-11 Agustus 2023.

“Kalau dari agama Islam banyak pengetahuan yang saya dapat, namun terlebih pengetahuan dari agama lain seperti ada materi tentang Yahudi dan Kristen,” ujarnya.

Aufal mengatakan materi-materi dalam LKLB menolongnya untuk melihat titik-titik persamaan dalam Abrahamic Religion (agama-agama Ibrahim). Keistimewaan dalam pelatihan LKLB adalah peserta diajak memahami agama lain langsung dari sudut pandang pemeluk agama itu sendiri, sehingga bisa terbangun rasa empati dan toleransi.

Dia menambahkan pelatihan LKLB mengajarkan tiga kompetensi inti yaitu pribadi, komparatif, dan kolaboratif. Peserta harus terlebih dulu memahami agamanya sendiri secara tidak parsial, melainkan komprehensif khususnya dalam memandang orang lain yang berbeda agama.

“Dulu kita melihat orang yang berbeda agama agak bagaimana, jadi kita merasa oh itu orang lain, tidak sama dengan kita, ada perasaan seperti itu. Tapi ketika kita sudah mendengar langsung dari ‘insider’, maka kita tahu ternyata banyak titik persamaan dan itulah yang harus kita pupuk, bukan justru persamaan dihilangkan dan perbedaan yang terus ditonjolkan,” ujarnya.

Setiap kelas pelatihan LKLB melibatkan sedikitnya 9 pembicara yang berfokus pada tiga kompetensi LKLB, antara lain Mantan Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur tengah dan Organisasi Kerjasama Islam, Prof. Alwi Shihab, Guru Besar Filsafat UIN Sunan Kalijaga dan Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Amin Abdullah, Senior Research Fellow University of Washington Dr. Chris Seiple, Ketua Majelis Pertimbangan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt. Dr. Henriette T. Lebang, dan Direktur Hubungan Muslim-Yahudi American Jewish Committee Dr. Ari Gordon. [IL/Chr]